MERAIH SURGA DENGAN AKHLAK MULIA
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Individu
Mata
Kuliah : Akhlak dan Tasawuf
Dosen
Pengampu : H. Muhammad Hafiun
Disusun
Oleh :
Nama
: Endang Santika
NIM
: 15220048
Kelas
: A
BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN
KALIJAGA
2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi
rabbil’alaamiin. Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan nikmat dan sehat yang tak terhingga sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini. Tak lupa juga shalawat serta salam saya curahkan
kepada Nabi kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari zaman
kegelapan ke zaman yang terang benderang seperti sekarang ini.
Dalam
makalah ini yang berjudul “MERAIH SURGA DENGAN AKHLAK MULIA”, saya
membuatnya guna memenuhi tugas mata kuliah yaitu Akhlak dan Tasawuf yang diampu
oleh Bapak H. Muhammad Hafiun. Semoga makalah yang saya tulis ini dapat
bermanfaat untuk semua dan dapat menambah wawasan bagi kita semua pada khususnya
bagi para pembaca.
Makalah
yang penulis buat ini berdasarkan dari
berbagai referensi yang berkaitan dengan mata kuliah Akhlak dan Tasawuf.
Penulis ucapkan terima kasih kepada bapak H. Muhammad Hafiun selaku dosen
pengampu mata kuliah akhlak dan tasawuf yang telah mencurahkan ilmunya kepada
penulis. Selain itu, penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam
menyelesaikan makalah ini.
Demikianlah
yang dapat penulis sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua, penulis sangat menyadari dalam makalah ini masih banyak sekali
kekurangan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun
demi perbaikan makalah ini menuju yang lebih baik.
Yogyakarta,
12 Januari 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.......................................................................................... 1
DAFTAR
ISI........................................................................................................ 2
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................ 3
B. Rumusan Masalah........................................................................ 4
C. Tujuan Penulisan.......................................................................... 4
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Dunia dan Akhirat.................................................... 5
B. Pengertian
Akhlak..................................................................... 14
C. Akhlak
Mulia yang dapat Mengantarkan ke Surga................... 15
D. Pembentukkan Akhlak............................................................ 21
BAB
III PENUTUP
Kesimpulan.................................................................................... 25
Kritik dan
Saran.............................................................................. 25
DAFTAR
PUSTAKA...................................................................................... 26
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zaman sekarang ini banyak orang sedang berlomba-lomba berbuat kebaikan dan
beribadah untuk mendapatkan pahala dan kebahagian kelak diakhirat yaitu indah
dan nikmatnya surga yang sebagaimana
sudah dijanjikan oleh Allah SWT, yang dalam firmannya di QS. Al-Baqarah: 25.
Tak banyak juga ada sebagian orang yang lebih
mementingkan dunia yang fana ini tanpa memerhatikan kehidupan selanjutnya kelak
setelah meninggal dunia. Sehingga lebih asyik dan terlena berkepanjangan pada
keindahan dan kenikmatan didunia ini yang sebenarnya lebih indah dan abadi
kelak diakhirat serta akan menjadi orang yang termasuk penghuni neraka dan
kekal didalamnya.
Banyak bermacam-macam cara yang dilakukan oleh orang
yang beriman untuk mendapatkan kehidupan disurga kelak, yaitu ada yang beribadah
kepada-Nya, menuntut ilmu,berbakti pada orang tua, menjauhi larangan-Nya dan melaksanakan
perintah-Nya, Berakhlak baik dan ada juga dengan cara bersodaqah.
Tanpa diperhatikan banyak orang yang rajin beribadah
akan tetapi akhlaknya tidak diperhatikan dengan jeli, sehingga melahirkan umat
yang banyak melakukan penyimpangan, dan bahkan gagal mendapatkan surga
diakhirat nanti.
Orang yang berakhlak mulia pasti dia akan mempunyai
segalanya baik imannya yang tinggi kepada Allah SWT, serta mempunyai perilaku
yang baik pula terhadap sesama disekitarnya.
Dimakalah ini penulis akan memberikan gambaran
seperti apa akhlak mulia yang dapat mengantarkan kita menuju kenikmatan akhirat
yaitu surga dan bagaimana supaya kita dapat menjadi hamba Allah yang berakhlak
mulia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
dari uraian latar belakang diatas penulis akan menjelaskan tulisan ini melalui
beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa
yang dimaksud dengan dunia dan akhirat yang mencakup surga dan neraka?
2. Apa
yang dimaksud dengan akhlak mulia?
3. Apa
saja akhlak yang dapat mengantarkan kita
kesurga?
4. Bagaimana
cara supaya kita memiliki akhlak yang mulia?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan
dari uraian rumusan masalah diatas dapat dilihat bahwa tujuan penulisan ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui pengertian dunia dan akhirat yang mencakup surga dan neraka.
2. Untuk
mengetahui pengertian dari akhlak yang mulia.
3. Untuk
mengetahui berbagai akhlak mulia yang dapat mengantarkan kita kesurga.
4. Untuk
mengetahui cara atau metode yang bisa dilakukan untuk memiliki akhlak tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Dunia dan Akhirat
DUNIA
Kita
hidup sekarang ini tentunya dizaman yang sudah bisa dikatakan enak ketimbang
dari bagaimana perjuangan dulu Nabi Muhammad SAW yang memperjuangkan dunia ini
dari kegelapan ke terang benderang seperti saat ini yang kita rasakan. Meskipun
tidak bisa dipungkiri bahwa masih terdapat segelintir orang yang tidak menerima
dan mengikuti wahyu Allah SWT yang diturunkan atau diwahyukan melewati beliau.
Dunia
yang kita singgahi ini merupakan wilayah yang sangat sempit dan fana
dibandingkan dengan akherat nanti yang sangat luas yang merupakan kehidupan
yang sebenarnya yang akan kita diami sesudah meninggalkan dunia ini.
Dari
penjabaran diatas tersebut, selanjutnya akan dibahas apa itu dunia, yang
menurut beberapa sumber sebagai berikut:
1.
Menurut Tim Penyusun Kamus Besar Indonesia memberikan pengertian sebagai
berikut:
·
Bumi dengan segala yang terdapat
diatasnya, jagat tempat kita hidup.
·
Segala yang bersifat kebendaan yang
tidak kekal, baginya tiada arti harta.[1]
2. Menurut Ali Isa Othman
·
Segala hal yang kongkrit yang tertentu.
·
Kenikmatan yang diperoleh manusia dari hal-hal yang
kongkrit.
·
Pengelolaan yang dilakukan manusia terhadap hal
kongkrit tersebut untuk dinikmatinya.[2]
3. Hasan Muarif Ambary, dkk memberikan pengertian dunia
sebagai.
·
Kehidupan dunia hanya merupakan mainan dan senda
gurau.
·
Kehidupan dunia dibandingkan dengan kehidupan akherat
hanyalah sedikit.
·
Kehidupan dunia ibarat air hujan yang turun dari langit
lalu suburlah tumbuh-tumbuhan dimuk bumi, padahal tumbuh-tumbuhan itu lalu
menjadi kering dan musnah karena angin.
·
Bahwa dunia dan segala isinya adalah salah satu
rintangan yang bisa menghalangi seseorang untuk mendekatkan diri pada Allah
SWT.[3]
4. Abdullah dan Al-Makmun al-Suhrawardy
mendefinisikan dunia sebagai
·
Dunia adalah sebuah penjara bagi orang beriman, dan
surga bagi orang kafir.
·
Dunia adalah penyihir yang lebih besar dari pada Harut
dan Marut, dan kamu hendaknya menghindarinya.
·
Terkutuklah dunia ini dan terkutuklah semua yang ada
didunia ini, kecuali mengingat Allah dan itu yang akan menololng kamu.[4]
5. Hammudah Abdalati
Ciptaan Allah dan Dia menjaganya
untuk tujuan yang penuh arti secara historis diciptakan dunia ini dengan
kehendak-Nya sendiri.
Allah berkehendak pula agar hasil
ciptaan itu patuh kepada hukum-hukumnya. Semua itu tidak diciptakan dengan
kebetulan belaka.[5]
6. Al-Ghazali
Dunia ini kampung bagi orang yang
tiada mempunyai kampung dan harta bagi yang tidak mempunyai harta. Dan untuk
dunia, dikumpulkan oleh orang yang tiada berakal. Kepada dunia bermusuh-musuhan
orang yang tiada berilmu. Kepada dunia, berdengki orang yang tiada memahami
agama. Dan untuk dunia berusaha orang yang tidak mempunyai keyakinan.[6]
7. Syekh Abdul Qadir Al-Jilani
Dunia adalah hijab (tabir) yang utama dalam hati manusia. Selama hijab itu
menjadi sumber ingatan manusia, maka kekallah manusia dalam keterpencilannya
dengan Allah, meskipun dia terus beramal. Ia jauh dari Allah karena amal
lainnya diganggu oleh ingatan yang bermacam-macam selain Allah yang selalu
datang setiap kali dia beramal.[7]
8. Alamah Sayyid Abdullah Haddad menerangkan pandangan
Ibrahim bin Adham
Bahwa kesenangan duniawi, kelezatan, serta pengumbaran syahwat nafsu di
dalamnya semuanya itu mengundang kepayahan, bahaya, kerisauhan dan kesedihan.
Makin besar kesenangan duniawi maka makin besar pula kesedihan sehingga manusia
akan mengalami penderitaan. Sebaliknya makin sedikit kesenangan duniawi maka
makin sedikit pula kesedihan sehingga manusia akan mengalami kedamaian hati.[8]
9. Hasan al-Basri mengatakan bahwa dunia adalah rumah
amal. Barang siapa menggelutinya atas dasar senang dan cinta kepadanya akan
celaka dan Allah akan menghanyutkan baginya, kemudian dunia menyerahkan kepada
sesuatu yang tidak mampu bersabar dan menanggung siksa.
10. Rabiah Al-Adawiyah menganggap dunia sebagai hijab antara
dirinya dengan Tuhan. Dia mencintai-Nya dan menjauhi dunia semata-mata karena
ingin tersingkapnya hijab itu sehingga bisa mencapai makrifat kepadanya.
11. Ibn Ataillah mengatakan bahwa dunia sebagai
tempat segala sesuatu yang rusak, sebagai sumber kekotoran hati agar seseorang
mau zuhud daripadanya. Dengan zuhud seseorang dapat meningkatkan kualitas dan
kuantitas amalnya.
12. Alwi al-Haddad mengatakan bahwa dunia adalah
sesuatu yang terkutuk kecuali yang ditujukan guna mencapai keridhoan Allah swt.
Siapa saja yang mengambilnya lebih dari keperluannya seperti orang yang
mengambil kebinasaan. Buah makrifat seperti ini secara batiniah meninggalkan
kecenderungan kepada dunia dan secara lahiriah meninggalkan perbuatan yang
memenuhi kecenderungan hawa nafsu.
Dari
beberapa pengertian mengenai dunia penulis dapat menyimpulkan bahwa dunia merupakan suatu ciptaan dari Allah Swt yang
meliputi segala isi alam semesta ini, kenikmatan-kenikmatan dunia yang
diberikan dan menjadi bukti kekuasaan allah Swt. Dunia itu bersifat sementara
dan fana jika dibandingkan dengan kehidupan akherat sangatlah jauh
perbandingannya baik kenikmatannya dan keindahannya itu sendiri. Dunia ini juga
merupakan suatu pengujian kepada hamba Allah dan dapat menentukan kehidupan
sesudah didunia ini.
AKHIRAT
Setelah diatas membahas mengenai dunia
yang hanya bersifat sementara, selanjutnya penulis akan membahas mengenai
kehidupan yang sesungguhnya yaitu sesudah meninggal dunia ternyata itulah
kehidupan yang sesungguhnya yang sering kita sebut dengan akherat. Entah kita
termasuk orang yang banyak amal kebaikannya atau bahkan banyak amal buruknya
selama didunia yang fana itu yang dapat menentukan kita termasuk golongan yang
mana, entah kaum penghuni surga atau neraka.
Setelah sedikit menyinggung mengenai
masalah surga atau neraka, berikutnya penulis akan menjabarkan dan menjelaskan
pengertian dari keduanya.
A.
SURGA
Surga diibaratkan negeri pahala dan
kenikmatan abadi. Karena didalamnya terdapat segala sesuatu yang tak pernah
dipandang mata, didengar telinga ataupun dirasakan hati. Didalamnya terdapat
bidadari, pelayan belia, aneka daging, burung, buah-buahan, sungai-sungai air
yang bening, susu, madu, khamar yang mengalir, tempat tidur, sutra, emas
permata, dan sebagainya.[9]
Allah Swt telah
mengisyaratkan hal itu dalam Firman-Nya:
“Sesungguhnya
orang-orang yang bertaqwa berada dalam surga dan
kenikmatan, mereka bersuka ria dengan apa yang diberikan kepada mereka oleh Rabb mereka; dan Rabb mereka memelihara mereka dari azab neraka. Dikatakan kepada mereka): “Makan dan minumlah dengan enak sebagai balasan dari apa yang telah kamu kerjakan”. Mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli.”. (QS. Ath-Thuur : 17-20).
kenikmatan, mereka bersuka ria dengan apa yang diberikan kepada mereka oleh Rabb mereka; dan Rabb mereka memelihara mereka dari azab neraka. Dikatakan kepada mereka): “Makan dan minumlah dengan enak sebagai balasan dari apa yang telah kamu kerjakan”. Mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli.”. (QS. Ath-Thuur : 17-20).
Surga sendiri punya banyak nama ditinjau dari sifat-sifatnya. Yang
dinamai satu ditinjau dari sisi dzatnya. Secara dzat, nama-nama tersebut adalah
sinonim. Nama-nama itu berbeda dilihat dari sifat-sifat surga yang berbeda
antara yang satu dengan yang lain, hal itu sebagaimana terjadi pada nama-nama
Allah, nama-nama kitabullah, nama-nama rasulullah, nama-nama hari akhir dan
nama-nama neraka, yaitu antara lain sebagai berikut:
·
Jannah (surga), itu
adalah nama umum untuk tempat yang kita bahas ini. Kata al-jannah berasal dari kata as-satr wat taghthiyyah, yang artinya
tertutup dan terselubung.
·
Daarus Salaam (Rumah Keselamatan), daarus salaam adalah rumah Allah, salah satu nama Allah adalah salaam. Dialah yang memberikan
keselamatan bagi penghuni daarus salam.
Seperti dalam Furman-Nya, “Bagi
mereka( disediakan) tempat yang damai (surga) disisi Tuhannya. Dan dialah pelindung
mereka karena amal kebajikan yang mereka kerjakan.” (QS. Al-An’aam:
127)
·
Daarul Khuldi (Rumah Keabadian), Dinamakan sedemikian rupa karena penghuninya tidak akan meninggalkannya
sama sekali.
·
Daarul Muqaamah (Rumah Tinggal Abadi), Allah Swt bercerita tentang penghuninya sebagai berikut, “Dan mereka berkata, ‘segala puji bagi Allah
yang telah menghilangkan kesedihan dari kami. Sungguh, Tuhan kami
benar-benarMaha Pengampun dan Maha Mensyukuri, yang dengan karunia-Nya
menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga); didalamnya kami tidak merasa
lelah dan tidak pula merasa lesu.” (QS. Faathir: 34-35)
·
Jannatul Ma’wa (Tempat Tinggal), Allah Swt mengisahkan penghuninya sebagai berikut: “Didekatnya ada surga tempat tinggal.” QS. An-Najm: 15)
·
Jannat Adn (Surga Adn), Allah Swt berfirman, “Yaitu surga
adn yang telah dijanjikan oleh Tuhan Yang Maha Pengasih kepada hamba-Nya,
sekalipun (surga itu) tidak tampak. Sungguh, (janji Allah) itu pasti ditepati.”
(QS. Maryam: 61)
·
Daarul Hayawaan (Tempat yang Sesungguhnya), Allah Swt berfirman, “Dan kehidupan
dunia ini hanya senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akherat
itulah kehidupan yang sebenarnya (hayawaan), sekiranya mereka mengetahui.” (QS.Al-‘Ankabuut:
64)
·
Firdaus, adalah
nama untuk semua surga. Dia biasa dipakai untuk menyebut surga yang paling
bagus dan paling tinggi. Adh-Dhahhak berpendapat, firdaus adalah taman yang
dipenuhi pepohonan berudara sejuk.
·
Jannatun Na’im (Taman Kenikmatan), Allah Swt berfirman, ‘Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka akan mendapat
surga-surga yang penuh kenikmatan.” (QS. Luqman: 8)
Jannatun
na’im juga nama sebutan bagi semua surga. Sebab, ia mencakup seluruh nikmat
didalam surga, dari mulai nikmat makanan, minuman, pakaian, imaji, wewangian,
pemandangan, tempat tinggal, dan beragam nikmat zahir dan batin.
·
Al-Maqaamul Amiin (Tempat yang Aman), Allah Swt berfirman, “Sungguh,
orang-orang yang bertakwa berada dalam tempat yang aman, (yaitu) didalam taman-taman
dan mata air-mata air.” (QS. Ad-Dukhaan: 51-52)
·
Maq’adush Shidqi Wa Qidamush Shidqi (Tempat yang
Disenangi), Allah Swt berfirman, “Sungguh, orang-orang yang bertakwa berada
ditaman-taman dan sungai-sungai. Tempat yang disenangi disisi Tuhan Yang Maha
Kuasa.” (QS.Al-Qamar: 54-55)[10]
Surga hanya
akan dimasuki oleh orang yang benar-benar mengerjakan kebaikan dan kemuliaan,
disertai dengan sifat-sifat yang mulia dan utama.[11]
NERAKA
Setelah
membahas sedikit mengenai surga dan nama-namanya seperti yang dipaparkan
diatas, selanjutnya pembahasan mengenai neraka yang merupakan kebalikan dari
surga, yaitu jika kepada mereka yang taat dan berbakti, Allah Swt akan memberi
balasan dengan sejumlah kenikmatan, maka kepada mereka yang durhaka dan
bergelimang noda dosa tentu dibalas-Nya dengan siksa, yakni neraka.
Pengertian Neraka menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Luar Jaringan
sendiri ialah alam akhirat tempat bagi orang kafir dan orang durhaka yang
mengalami siksaan dan kesengsaraan.
Siksaan itu sebagai hukuman terhadap mereka,
karena telah melakukan dan menumpuk dosa besar dan kejahatan-kejahatan yang
berlebihan. Seperti halnya ada nama-nama surga, neraka juga memiliki sejumlah
nama diantaranya yaitu:
·
Neraka Hawiyah, adalah
sebuah jurang yang sangat dalam, dan barang siapa yang terjatuh kedalamnya
pasti tidak bisa naik keatas. Perihal neraka hawiyah ini Allah Swt telah
berfirman, “Maka tempat kembalinya adalah
neraka Hawiyah. Dan tahukah kamu, apakah neraka Hawiyah itu? Yaitu api yang
sangat panas.” (QS. Al-Qaari’ah: 8-11)
·
Neraka Lazha, hal ini
diilustrasikan oleh Allah Swt dalam firman-Nya, “Sekali-sekali tidak demikian. Sesungguhnya siksa itu adalah neraka
lazha (api yang bergejolak), yang mengelupaskan kulit kepala. Yang memanggil
orang membelakangdan yang berpaling dari agama. Serta yang mengumpulkan harta
benda lalu menyimpannya.” (QS. Al-Ma’arij: 15-18)
·
Neraka Sa’ir, hal ini
digambarkan oleh Allah Swt dalam firman-Nya, “Dan kami sediakan buat mereka siksa neraka yang menyala-nyala.” (QS.
Al-Mulk: 5)
·
Neraka Saqar, hal ini
tertera dalam firman Allah Swt, ‘Aku akan
memasukkankedalam neraka Saqar. Tahukah kamu, apakah neraka saqar itu? Saqar
itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. Neraka Saqar adalah pembakar kulit
manusia. Diatasnya ada sembilan belas malaikat penjaga.” (QS.
Al-Muddats-tsir: 26-30)
·
Neraka Huthamah, gambaran
huthamah adalah sebagaimana firman Allah Swt, “Sekali-kali tidak! Sesungguhnya benar-benar dia akan dilemparkan
kedalam Huthamah. Dan tahukah kamu, apakah Huthamah itu? Yaitu api yang
disediakan Allah yang dinyalakan, yang membakar sampai hati. Sesungguhnya
ditutup rapat diatas mereka, sedang mereka itu diikat pada tiang yang panjang.”
(QS. Al-Humazah: 5-9)[12]
Dari paparan diatas mengenai surga dan neraka
dapat penulis simpulkan bahwasanya surga lebih baik dari pada neraka, surga
berisi kenikmatan sedangkan neraka lebih berisi kepedihan. Letak surga sendiri
lebih tinggi dibandingkan dengan neraka.
Jadi, kita
tentunya harus memilih surga sebagai kehidupan abadi kita dibandingkan dengan neraka yang pedih dengan siksaan, bagaimana meraih surga itu sendiri? .
Menurut penulis jalan menuju surga itu luas dan
lebar sekali yang dapat kita tempuh, yaitu diantaranya dengan akhlak yang
mulia.
B.
Pengertian
Akhlak
Akhlak secara bahasa
ialah bentuk jamak dari khuluq (khuluqun)
yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at. Sedangkan khuluq dimaknai sebagai gambaran sifat
batin manusia, gambaran bentuk lahiriah manusia, seperti raut wajah, gerak
anggota badan dan seluruh tubuh.
Berikut merupakan
pengertian akhlak menurut beberapa ahli:
1.
Hamzah
Ya’qub
Akhlak ialah ilmu yang menentukan batas antara baik
dan buruk, antara terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia
lahir dan batin.[13]
2.
Abdul
Hamid
Mengatakan bahwa akhlak adalah ilmu tentang
keutamaan yang harus dilakukan dengan cara mengikuti sehingga jiwanya terisi
dengan kebaikan.[14]
3.
Ibrahim
Anis
Akhlak ialah ilmu yang diobjekkan membahas
nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia.[15]
4.
Ahmad
Amin
Akhlak itu adalah kebiasaan baik dan buruk.[16]
5.
Imam
Ghazali
Akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan.[17]
Dari
penjelasan-penjelasan mengenai akhlak yang dikemukakan oleh beberapa ahli
tersebut dapat disimpulkan bahwa Akhlak merupakan suatu perilaku manusia yang
baik maupun yang buruk yang terdapat dalam jiwa seseorang sehingga akhlak
tersebut akan menimbulkan perbuatan yang muncul tanpa dipikirkan lagi.
Sumber ajaran akhlak itu sendiri bersumber dari
Al-Quran dan Al-Hadits.
Pembicaraan tentang akhlak berarti berbicara dengan sesuatu yang terkait
dengan persoalan bagaimana seorang bertindak dan berperilaku. Ketika perilaku
itu diterima dan disenangi oleh semua orang yang berakal sehat maka ia disebut
dengan akhlak yang baik (al-akhlaq al
karimah), tetapi jika perilaku itu tidak dapat diterima dan disenangi oleh
semua orang yang berakal sehat serta tidak pula membahagiakan, maka disebut
dengan akhlak yang tidak baik (al-akhlaq
al mazmimah).[18]
Akhlak
mahmudah atau akhlak terpuji ialah perbuatan terpuji berdasarkan akal dan
syariat islam, seperti ar-rahman, pemaaf, amanah dan sebagainya.Sedangkan
akhlak tercela atau mazmumah ialah perbuatan tercela menurut pandangan akal dan
syariat islam, seperti egois (al-nani’aht),
kikir (al-bukhl), suka berdusta (al-buhtan) dan sebagainya, tentu akhlak
ini dapat mengantarkan kita keneraka bukan kesurga
Jelas yang
mengantarkan kita kesurga bukanlah akhlak yang tercela melainkan akhlak mulia
atau akhlak terpuji, akan tetapi apa saja akhlak terpuji itu?.
C.
Akhlak
Mulia yang dapat Mengantarkan ke Surga
Dari
sekian banyak akhlak yang dapat mengantarkan kita semua kesurga, akan tetapi
penulis akan menerangkan sebagian saja akhlak tersebut dimakalah ini yang
penulis ambil dari Al-Qur’an dan Hadits, yaitu sebagai berikut:
1.
Takwa
Takwa disini ialah
takwa kepada Allah Swt yaitu dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya tentunya.
Catatan mengenai
kenikmatan surga dan keberadaan orang-orang yang bertakwa didalamnya tentu
banyak disebutkan oleh ayat-ayat
Al-Qur’an namun penulis hanya akan mengambil satu ayat saja yaitu sebagai
berikut:
“...Untuk
orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Rabb mereka ada surga yang
mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya. Dan (mereka
dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha
Melihat akan hamba-hamba-Nya. Yaitu orang-orang yang berdo’a, ‘Rabbana,
sesungguhnya kami teah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah
kami dari siksa neraka. (Yaitu) orang-orang yang sabar,yang benar, yang tetap
taat, yang menafkahkan hartanya (dijalan Allah), dan yang memohon ampun diwaktu
sahur.” (QS.
Ali-Imran: 15-17)[19]
2.
Memuji
Allah Saat Susah dan Senang
Dari Ibnu Abbas r.a.
bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Orang
yang pertama laki diseru untuk masuk surga ialah mereka yang memuji Allah ‘Azza
wa Jalla, baik ketika senang maupun susah.” (HR.
Ibnu Abuddunya, Bazzaar, dan Thabrani dalam ketiga Mu’jam-nya dengan banyak
isnad yang salah satunya hasan. Juga riwayat Hakim, yang mengatakan bahwa
hadits ini shahih sesuai syarat Muslim) [20]
3.
Menyingkirkan
Kotoran dan Hal-Hal yang mengganggu dari Masjid dan Menyingkirkan Benda yang
Mengganggu dari Jalan
Masjid merupakan tempat
peribadatan bagi kaum muslim dan yang merupakan rumah Allah, sebagai tempat
ibadah dan rumah Allah tentunya kita sebagai umat muslim harus menjaganya
dengan baik tentunya.
Seperti dalam sebuah
Hadits Rasulullah yaitu dari Abu Said Al Khudri r.a., ia berkata bahwa
Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa
menyingkirkan (mengeluarkan) benda yang mengganggu masjid, maka Allah membangun
untuknya rumah disurga.” (HR.
Ibnu Majah yang pada sanadnya mengandung kemungkinan hasan)[21]
Allah akan mencatat
semua amal kita baik kecil dan besar, seperti menyingkirkan benda dijalanan
saja Allah akan menggantinya dengan kenikmatan surga. Seperti dalam sebuah
hadits Rasulullah yang diriwayatkan sebagai berikut:
Abu Syaibah Al Hirawi
berkata bahwa pada suatu hari Mu’adz r.a. berjalan bersama seseorang. Maka ia
singkirkan sebuah batu dari jalan. Laki-laki itu bertanya, “Apa ini?” Maka
Mu’adz r.a. berkata, “Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda : “Barangsiapa yang menyingkirkan batu dari
jalan, maka akan ditulis untuk hasanah, dan barangsiapa memiliki hasanah, dia
masuk surga.” (HR. Thabrani dalam Al
Kabir dengan para perawi yang tsiqah.)[22]
4.
Menyebarkan
Salam, Memberi Makan, Bersilaturrahmi, dan Shalat Malam
Dari Abdullah bin
Salaam r.a., ia berkata, “Ketika pertama kali Rasulullah Saw tiba di Madinah,
orang-orang datang mengelu-elukan dan aku termasuk salah seorang yang
mendatanginya. Setelah kuamati, ternyata beliau tidak mencerminkan seorang
pendusta. Ucapan yang pertama kali kudengar darinya ialah:
“Hai
segenap manusia, sebarkanlah salam dan berikanlah makan, jalinlah silaturrahmi,
dan shalatlah dimalam hari, disaat orang-orang sedang tidur niscaya kamu akan
masuk surga dengan salam sejahtera.” (HR.
Tirmidzi. Menurut beliau, hadits ini hasan shahih. Juga riwayat Ibnu Majah dan
Hakim. Keduanya mengatakan bahwa hadits ini shahih sesuai dengan syarat
Bukhari-Muslim)[23]
5.
Jujur
dalam Berdagang
Dari Abu Said r.a.,
bahwa Nabi SAW bersabda:
“Pedagang
yang jujur dan memegang amanah (terpercaya) akan bersama para nabi, shiddiqiin (orang-orang
yang jujur) dan para syuhada!.” (HR. Tirmidzi. Menurut beliau, hadits ini hasan.)
Hadits diatas
mengandung makna bahwa pedagang yang iltizam (komitmen) terhadap kejujuran
dalam bermuamalah, seperti tidak berdusta, tidak menyembunyikan cacat barang
akan menjadi teman para nabi, shiddiqiin, dan para syuhada disurga.[24]
6.
Berkata
Benar, Menepati Janji, Menunaikan Amanat, Menjaga Kemaluan, Menundukkan
Pandangan, dan Menahan Tangan
Dari Ubaidah bin Shamit
r.a., bahwa Nabi Saw bersabda:
“Amalkanlah
enam pesanku, pasti kalian kujamin dengan surga: benar bila bicara, tepat
janji, menunaikan amanat jika diberi amanat dan memelihara kemaluan,
menundukkan pandangan serta menahan tangan.” (HR.
Ahmad dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya. Juga riwayat Hakim, yang
mengatakanbahwa isnadnya shahih.)
Yang dimaksud “benar
bila bicara” dalam hadits diatas ialah konsisten terhadap pembicaraan, tidak
berdusta kecuali dalam hal-hal yang dibolehkan oleh syari’at, seperti mengislah
(melerai) dua orang yang tengah berselisih, dalam keadaan perang, dan
sebagainya. Adapun maksud “menahan tangan” adalah tidak diperkenankan seorang
muslim menyakiti saudaranya (sesama muslim), karena ‘muslim’ sebagaimana arti
katanya adalah jika orang lain selamat dari lidah (perkataan) dan tangannya.[25]
7.
Adil,
Kasih Sayang, dan ‘Iffah
Dari ‘Iyadh bin Hammar
r.a., ia pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda:
“Pnghuni
surga itu tiga: penguasa yang adil dan mendapat taufik, laki-laki yang
penyayang dan lembut kepada setiap karib-kerabat muslim, serta laki-laki yang
memiliki tanggungan, mempunyai sifat ‘iffah (memelihara kesucian dan harga
diri).” (HR.
Muslim)
Bersikap kasih sayang
tidaklah hanya pada sesama manusia saja melainkan pada makhluk ciptaan Allah
lainnya juga seperti kepada binatang dan tumbuhan.[26]
Seperti hadits Nabi
yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., yang menjelaskan bahwa Rasulullah Saw
bersabda: “Seorang laki-laki turun ke
sumur untuk minum. Ternyata dimulut sumur berdiri seekor anjing yang tengah
menjulurkan lidahnya karena haus. Maka ia copot salah satu sepatunya untuk
menciduk air, guna meminumi anjing, karena ia iba. Maka Allah bersyukur
kepadanya, lalu memasukkanya kesurga!.” [27]
8.
Memberi
Orang yang Bakhil, Menyambung Hubungan dengan Orang yang Memutuskan, dan Memberi
Maaf
Dari Abu Hurairah r.a.,
ia bercerita bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Tiga
perkara, barangsiapa melakukannya, ia akan dihisab oleh Allah dengan mudah dan
akan dimasukkan ke surga dengan rahmat-Nya. Para sahabat bertanya, “Apakah itu,
ya Rasulullah?” Rasul menjawab: “Memberi kepada orang yang bakhil (pelit)
kepadamu, menyambung hubungan kepada orang yang memutuskannya darimu, dan
memaafkan orang yang menzhalimimu!” Bila hal ini kau lakukan, engkau masuk
surga!.” (HR.
Bazzaar dan Thabrani dalam Al Ausath.)[28]
9.
Berbakti
kepada Ibu Secara Khusus
Diriwayatkan dari
Thalhah bin Mu’awiyah As Salamy r.a., ia berkata:
“Aku
pernah datang kepada Rasulullah Saw dan berkata, ‘Wahai Rasulullah aku ingn
jihad fi sabilillah’. Maka beliau bertanya, ‘Apakah kau masih punya ibu?’ ku
menjawab, ‘Ya.’ Rasul bersabda, ‘Berbaktilah kepadanya, karena disana terletak
surga.’” (HR.
Thabrani)[29]
10. Tidak Sombong, Tidak Punya Utang,
dan Tidak Ghulul (Mengambil Jatah Sebelum Dibagi)
Dari Tsauban r.a.,
bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Barangsiapa
dibangkitkan pada hari kiamat dengan lepas dari tiga perkara, maka ia masuk
surga; lepas dari sombong, ghulul (mengambil jatah rampasan perang sebelum
dibagi), dan utang.” (HR.
Nasa’i dan Ibnu Hibban dalam Shahih-Nya dengan lafadzhnya, Juga riwayat Hakim.
Menurutnya, hadits ini shahih, sesuai syarat Bukhari-Muslim)[30]
Setelah
pemaparan dari beberapa akhlak mulia yang balasnnya surga tersebut, tentu begi
para pembaca sekarang lebih mengenal akhlak-akhlak tersebut dan menjadi sadar
ingin setidaknya mempunyai sebagian dari beberapa akhlak mulia tersebut, namun
seperti apa hal yang harus kita lakukan untuk menanamkan akhlak tersebut dalam
diri kita tentunya. Selanjutnya penulis akan terangkan pada sub-bab berikut
ini.
D.
Pembentukan Akhlak
Menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu
dibentuk, karena akhlak adalah instinct
(garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini masalah akhlak
adalah pembawaan dari manusia sendiri , yaitu kecenderungan kepada kebaikan
atau fithrah yang ada dalam diri manusia sendiri, dan dapat juga berupa kata
hati atau intuisi yang selalu cenderung kepada kebenaran.Dengan pandangan
seperti ini, maka akhlak akan tumbuh dengan sendirinya, walaupun tanpa dibentuk
atau diusahakan (ghair muktasabah). Kelompok ini lebih lanjut menduga bahwa
akhlak adalah gambaran batin sebagaimana terpantul dalam perbuatan lahir.
Perbuatan lahir ini tidak akan sanggup mengubah perbuatan batin. Orang yang
bakatnya pendek tidak dapat dengan sendirinya meninggalkan dirinya. Demikian
sebaliknya.
Pendapat lain mengatakan bahwa akhlak adalah hasil
dari pendidikan, latihan, pembinaan dan perjuangan keras dan sungguh-sungguh.
Kelompok yang mendukung pendapat yang kedua ini umumnya datang dari ulama-ulama
islam yang cenderung pada akhlak. Ibnu Miswakaih, Ibn Sina, al-Ghazali dan
lain-lain termasuk kepada kelompok yang mengatakan bahwa akhlak adalah hasil
usaha (Muktasabah).
Pada kenyataan dilapangan, usaha-usaha pembinaan
akhlak melalui berbagai macam metode terus dikembangkan. Ini menunjukkan bahwa
akhlak memang perlu di bina, dan pembinaan ini ternyata membawa hasil berupa
terbentuknya pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah Swt
dan Rasul-Nya, hormat kepada ibu-bapak, sayang kepada makhluk tuhan dan
seterusnya. Sebaliknya juga menunjukkan bahwa anak-anak yang tidak dibina
akhlaknya, atau dibiarkan tanpa bimbingan, arahan dan bimbingan, ternyata
menjadi anak-anak yang nakal, mengganggu masyarakat, melakukan berbagai
perbuatan tercela dan seterusnya. Ini membuktikan bahwa akhlak memang perlu
dibina.
Keadaan pembinaan ini semakin terasa diperlukan
terutama pada saat di mana semakin banyak tantangan dan godaan sebagai dampak
dari kemajuan dibidang iptek. Saat ini misalnya orang akan dengan mudah
berkomunikasi dengan apapun yang ada didunia ini, yang baik maupun yang buruk,
karena ada alat telekomunikasi. Peristiwa yang baik atau yang buruk dengan
mudah dapat dilihat melalui pesawat televisi, internet, faximile, dan
seterusnya. Film, buku-buku, tempat-tempat hiburan, yang menyuguhkan adegan
maksiat juga banyak. Demikian pula produk obat-obat terlarang, minuman keras,
dan pola hidup materialistik dan hedonistic semakin menggejala. Semua ini jelas
membutuhkan pembinaan akhlak.
Dengan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa akhlak
merupakan hasil usaha dalam mendidik dan melatih dengan sungguh-sungguh
terhadap berbagai potensi rohaniah yang terdapat dalam diri manusia. Jika
program pendidikan dan pembinaan akhlak itu dirancang dengan baik, sistematik,
dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, maka akan menghasilkan anak-anak atau
orang-orang yang baik akhlaknya. Disinilah letak peran dan fungsi lembaga
pendidikan.
Dengan demikian pembentukkan akhlak dapat diartikan
sebagai usaha-usaha dalam rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana
pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan
sungguh-sungguh dan konsisten. Pembentukkan akhlak ini dilakukan berdasarkan
asumsi bahwa anak adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi dengan
sendirinya. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia, termasuk didalamnya
akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fithrah, patah hati, hati nurani, dan
intuisi dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat.[31]
1.
Pembentukkan
Akhlak dalam Perspektif Para pakar
a.
Tokoh-tokoh
filsafat stoisisme, menduga bahwa
semua manusia dicipta dengan tabiat yang terbaik, kemudian mereka menjadi jahat
dan condong kepada keinginan-keinginan syahwat rendah dan dorongan jahat karena
pengaruh lingkungan.
b.
Galen
berpendapat bahwa diantara manusia ada yang dicipta baik semenjak awal
penciptaannya, ada yang dicipta jahat, dan ada pula yang berada diantara
keduanya.
c.
Aristosteles
(384-322 SM) bependapat, bahwa orang-orang yang
jahat kadang-kadang dapat berubah menjadi baik dengan pendidikan namun hal itu
tidak mutlak. Sebab diantara mereka ada yang menerima pendidikan dan segera
mengamalkan sifat-sifat keutamaan dan adapula yang menerima pendidikan tetapi
lambat mengamalkannya.
d.
Baruch
Spinoza (1632-1677 M) berpendapat bahwa manusia tidak dapat
berubah dari sifat atau tabiat yang ada padanya sejak penciptaannya. Ia sangat
menentang tokoh-tokoh yang mengatakan manusia dapat berubah dari sifat
pembawaannya.
e.
Arthur
Schopenhauer (1788-1860) dan Lery Braille bependapat
bahwa manusia dilahirkan dengan naluri yang baik dan naluri yang buruk
sebagaimana anak domba yang jinak dan anak singa yang galak. Sifat-sifat yang
baik dan buruk yang telah ada dalam diri manusia sejak penciptaannya tidak
mungkin dapat berubah.
2.
Pembentukkkan
Akhlak dalam Perspektif Islam
Pandangan
tokoh-tokoh filsafat yang mengatakan bahwa tabiat atau akhlak tidak dapat
diubah, seperti disebutkan diatas, tidak dapatditerima karena bertentangan
dengan nash-nash al-Qur’an, as-Sunnah, akal, dan realitas yang ada dalam
kehidupan. Akhlak merupakan salah satu dari hal-hal yang dapat menerima
perubahan.
Sedangkan
dalam salah satu hadits Nabi Muhammad SAW bersabda: “perbaikilah akhlak kamu.” Ini menunjukkan bahwa pada prinsipnya
akhlak yang buruk dapat diubah dan di didik sehinggamenjadi akhlak yang baik.
Karena seandainya akhlak itu tetap seperti awal penciptaannya tanpa dapat
mengalami perubahan apapun, maka sudah tentu Nabi Muhammad SAW tidak akan
menyuruh umat islam untuk memperbaiki akhlak mereka. Dan lagi pula kalau akhlak
tidak dapat diubah, maka sudah tentu pembinaan berbagai intitusi seperti
pendidikan undang-undang, Negara dan sebagainya menjadi tidak berguna. Sebab
tujuan asas pembentukkan institusi-institusi tersebut adalah untuk melahirkan
generasi yang berakhlak mulia.[32]
Ibn
Miskawaih, al-Ghazali, dan Ibn Qudamah berpendapat bahwa pendidikan akhlak
harus sudah mulai semenjak kanak-kanak- baru dilahirkan. Sedangkan subjek
pendidikan itu sendiri harus dimulai dari perkara-perkara zahir dan berbentuk
adab fisik dan pergaulan, kemudian dilanjutkan dengan perkara-perkara batin dan
berbentuk rohani.[33]
Jadi,
pada dasarnya berdasarkan nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah akhlak dapat
dibentuk dan dirubah, yakni baik melalui pendidikan, bimbingan dan pembinaan
yang dilakukan sejak masih kanak-kanak, dan bahkan dengan hidayah yang turun
dari Allah sendiri yang memungkinkan seseorang dapat berubah dari perilaku
buruk ke baik tentunya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akhlak merupakan
identitas diri seseorang, baik akhlak baik maupun buruk. Sebagai manusia yang
beriman hendaknya kita memiliki akhlak yang baik atau mulia meskipun tidak
dapat dipungkiri masih terdapat pada diri kita akhlak yang buruk atau tercela.
Manusia sangat dianjurkan untuk berakhlak mulia karena ini merupakan tabungan
bagi kita semua kelak setelah meninggalkan dunia ini selamanya, yang merupakan
sebuah proses bagi kehidupan selanjutnya yaitu akhirat, yang dapat menentukan
kita termasuk golongan ahli surga atau ahli neraka sesuai buku tabungan kita
masing-masing banyak amal baiknya ataukah banyak amal buruknya.
Setiap
manusia pasti terdapat akhlak mulia dan buruknya. Akhlak tercela tersebut yang
terdapat pada diri kita tentunya dapat diperbaiki dan diubah menjadi akhlak
yang mulia tergantung kita sendiri menginginkan perubahan itu sendiri atau
tidak.
B.
Kritik
dan Saran
Sebagai
umat yang beriman tentunya kita harus memiliki akhlak mulia tersebut dan
mengusahakannya dengan cara perubahan dan perbaikan yang tentunya kalian sudah
tahu janji Allah SWT sendiri bagi orang yang berakhlak mulia itu ialah kenikmatan
surga.
Perubahan
dan penanaman akhlak merupakan solusi yang terbaik untuk kita semua tentunya,
baik melalui pendidikan, bimbingan, serta pembinaan.
Allah
Swt telah membuka lebar-lebar jalannya tinggal persepsi kita yang harus diubah
mulai sekarang.
DAFTAR
PUSTAKA
Tim
Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka
Othman,
Ali Isa. 1981). Manusia Menurut
al-Ghazali. Bandung: Pustaka Grafika
Ambary,
Hasan Muarif dkk. 1993. Ensiklopedia Islam. Jakarta: Ichtiar
Baru Van Hoeve
Al-Suhrawardy,
Al-makmun dkk. 2002. Kearifan
dan Keutamaan Sang Nabi. Yogyakarta:
Pustaka Sufi
Abdalati,
Hammudah. 1983. Islam suatu Kepastian. Jakarta: Media Dakwah
Al-Ghazali,
Imam. 1998. Ihya Umuluddin.Terjemahan
Ismail Yakub. Singapura: Pustaka Nasional Pte.Ltd
Al-Jilani,
Syekh Abdul Qadir. 2002. Rahasia Sufi. Yogyakarta: Pustaka Sufi
Haddad,
Alamah Sayyid Abdullah.1986. Menuju
Kesempurnaan Hidup. Bandung: Mizan
‘Afifi,
Thaha Abdullah. 1994. 120 Kunci Surga
dari Al-Qur’an dan Sunnah. Jakarta: Gema Insani Press
Al-Jauziyyah,
Ibnul Qayyim. 2012. Surga yang Allah Janjikan.2. Jakarta:
Qisthi press
Marzuki,
Choiran A. 1997. Qiamat Surga dan Neraka. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset
Ya’qub,
Hamzah. 1993. Etika Islam. Bandung:
Diponegoro
Yunus,
Abd. Hamid. Da’irab al-Ma’arif,
Asy-Sya’ib. Kairo
Anis,
Ibrahim. 1972. al-Mu’jam al-Wasith. Mesir:
Dar al-Ma’arif
Amin,
Ahmad. Kitab al-Akhlak. Kairo: Darul
Kutub
Al-Ghazali,
Imam. Ibya ‘Ulum Ad-Din. Kairo: Al-Masyhad
Al-Husain
HS,
Nasrul. 2015. Akhlak Tasawuf. Yogyakarta: Aswaja Pressindo
Nata,
Abuddin. 1996. Akhlak Tasawuf.IV. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada
Hasibuan,
Imran Effendy. 2003. Pemikiran Akhlak Syekh Abdurrahman Shiddiq
al-Banjari. Pekanbaru: LPNU Press
[1] Tim
Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1990), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka
[2] Ali Isa Othman (1981), Manusia Menurut al-Ghazali, Bandung: Pustaka
Grafika
[3] Hasan Muarif Ambary dkk (1993), Ensiklopedia Islam, Jakarta: Ichtiar
Baru Van Hoeve
[4] Al-makmun Al-Suhrawardy dkk
(2002), Kearifan dan Keutamaan Sang Nabi,
(Yogyakarta: Pustaka Sufi
[5] Hammudah Abdalati (1983), Islam suatu Kepastian, Jakarta: Media
Dakwah
[6] Imam Al-Ghazali (1998), Ihya Umuluddin.Terjemahan Ismail Yakub, Singapura:
Pustaka Nasional Pte.Ltd
[7] Syekh Abdul Qadir Al-Jilani
(2002), Rahasia Sufi, Yogyakarta:
Pustaka Sufi
[8] Alamah Sayyid Abdullah Haddad
(1986), Menuju Kesempurnaan Hidup, Bandung:
Mizan
[9] Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Al-Qur’an dan Sunnah, Jakarta:
Gema Insani Press, hlm.15-16
[10] Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah (2012),
Surga yang Allah Janjikan.2, Jakarta:
Qisthi press, hlm.109-118
[11] Marzuki, Choiran A Marzuki
(1997), Qiamat Surga dan Neraka, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, hlm.163
[12] Choiran A Marzuki (1997), Qiamat
Surga dan Neraka, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, hlm.194-198
[13] Hamzah Ya’qub (1993), Etika Islam, Bandung: Diponegoro, hlm.12
[14] Abd. Hamid Yunus (tt), Da’irab al-Ma’arif, Asy-Sya’ib, Kairo:
hlm.936
[15] Ibrahim Anis (1972), al-Mu’jam al-Wasith, Mesir: Dar
al-Ma’arif, hlm.202
[16] Ahmad Amin (tt), Kitab al-Akhlak, Kairo: Darul Kutub,
hlm.2
[17] Imam Al-Ghazali, Ibya ‘Ulum Ad-Din, Kairo: Al-Masyhad
Al-Husain, tt, hlm.56
[18] Nasrul HS (2015), Akhlak Tasawuf, Yogyakarta: Aswaja
Pressindo, hlm.35
[19] Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Qur’an dan Sunnah,Jakarta:
Gema Insani Press, hlm.51-52
[20] Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Qur’an dan Sunnah,Jakarta:
Gema Insani Press, hlm.210
[21]Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Qur’an dan Sunnah,Jakarta:
Gema Insani Press, hlm.145
[22] Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Qur’an dan Sunnah,Jakarta:
Gema Insani Press, hlm.180-181
[23] Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Qur’an dan Sunnah,Jakarta:
Gema Insani Press, hlm.154
[24] Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Qur’an dan Sunnah,Jakarta:
Gema Insani Press, hlm.160-161
[25] Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Qur’an dan Sunnah,Jakarta:
Gema Insani Press, hlm.161-162
[26] Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Qur’an dan Sunnah,Jakarta:
Gema Insani Press, hlm.167
[27] Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Qur’an dan Sunnah,Jakarta:
Gema Insani Press, hlm.167-168
[28] Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Qur’an dan Sunnah,Jakarta:
Gema Insani Press, hlm.172-173
[29] Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Qur’an dan Sunnah,Jakarta:
Gema Insani Press, hlm.173-174
[30] Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Qur’an dan Sunnah,Jakarta:
Gema Insani Press, hlm.202-203
[31] Dr.H.Abuddin Nata, M.A (1996), Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.cet IV, hlm.153-156
[32] Imran Effendy Hasibuan (2003), Pemikiran Akhlak Syekh Abdurrahman Shiddiq
al-Banjari, Pekanbaru: LPNU Press, hlm.119-121
Silahkan berkomentar dengan sopan dan beradab :D
ConversionConversion EmoticonEmoticon