MERAIH SURGA DENGAN AKHLAK MULIA


MERAIH SURGA DENGAN AKHLAK MULIA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Individu
Mata Kuliah : Akhlak dan Tasawuf
Dosen Pengampu : H. Muhammad Hafiun



 


Disusun Oleh :
Nama : Endang Santika
NIM : 15220048
Kelas : A
BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
2015

KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil’alaamiin. Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan sehat yang tak terhingga sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa juga shalawat serta salam saya curahkan kepada Nabi kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang seperti sekarang ini.
Dalam makalah ini  yang berjudul “MERAIH SURGA DENGAN AKHLAK MULIA”, saya membuatnya guna memenuhi tugas mata kuliah yaitu Akhlak dan Tasawuf yang diampu oleh Bapak H. Muhammad Hafiun. Semoga makalah yang saya tulis ini dapat bermanfaat untuk semua dan dapat menambah wawasan bagi kita semua pada khususnya bagi para pembaca.
Makalah yang penulis  buat ini berdasarkan dari berbagai referensi yang berkaitan dengan mata kuliah Akhlak dan Tasawuf. Penulis ucapkan terima kasih kepada bapak H. Muhammad Hafiun selaku dosen pengampu mata kuliah akhlak dan tasawuf yang telah mencurahkan ilmunya kepada penulis. Selain itu, penulis  juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, penulis sangat menyadari dalam makalah ini masih banyak sekali kekurangan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun demi perbaikan makalah ini menuju yang lebih baik.

Yogyakarta, 12 Januari 2016
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................  1
DAFTAR ISI........................................................................................................  2
BAB I        PENDAHULUAN
                   A.   Latar Belakang............................................................................  3
                   B.   Rumusan Masalah........................................................................ 4
                   C.   Tujuan Penulisan.......................................................................... 4
BAB II       PEMBAHASAN
A.    Pengertian Dunia dan Akhirat....................................................   5
B.     Pengertian Akhlak.....................................................................  14
C.     Akhlak Mulia yang dapat Mengantarkan ke Surga...................  15
D.    Pembentukkan Akhlak............................................................    21
BAB III   PENUTUP
                   Kesimpulan....................................................................................   25
                   Kritik dan Saran..............................................................................  25
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................     26













BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Zaman sekarang ini banyak orang  sedang berlomba-lomba berbuat kebaikan dan beribadah untuk mendapatkan pahala dan kebahagian kelak diakhirat yaitu indah dan nikmatnya surga yang sebagaimana  sudah dijanjikan oleh Allah SWT, yang dalam firmannya di QS. Al-Baqarah: 25.
Tak banyak juga ada sebagian orang yang lebih mementingkan dunia yang fana ini tanpa memerhatikan kehidupan selanjutnya kelak setelah meninggal dunia. Sehingga lebih asyik dan terlena berkepanjangan pada keindahan dan kenikmatan didunia ini yang sebenarnya lebih indah dan abadi kelak diakhirat serta akan menjadi orang yang termasuk penghuni neraka dan kekal didalamnya.
Banyak bermacam-macam cara yang dilakukan oleh orang yang beriman untuk mendapatkan kehidupan disurga kelak, yaitu ada yang beribadah kepada-Nya, menuntut ilmu,berbakti pada orang tua,  menjauhi larangan-Nya dan melaksanakan perintah-Nya, Berakhlak baik dan ada juga dengan cara bersodaqah.
Tanpa diperhatikan banyak orang yang rajin beribadah akan tetapi akhlaknya tidak diperhatikan dengan jeli, sehingga melahirkan umat yang banyak melakukan penyimpangan, dan bahkan gagal mendapatkan surga diakhirat nanti.
Orang yang berakhlak mulia pasti dia akan mempunyai segalanya baik imannya yang tinggi kepada Allah SWT, serta mempunyai perilaku yang baik pula terhadap sesama disekitarnya.
Dimakalah ini penulis akan memberikan gambaran seperti apa akhlak mulia yang dapat mengantarkan kita menuju kenikmatan akhirat yaitu surga dan bagaimana supaya kita dapat menjadi hamba Allah yang berakhlak mulia.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang diatas penulis akan menjelaskan tulisan ini melalui beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan dunia dan akhirat yang mencakup surga dan neraka?
2.      Apa yang dimaksud dengan akhlak mulia?
3.      Apa saja akhlak yang  dapat mengantarkan kita kesurga?
4.      Bagaimana cara supaya kita memiliki akhlak yang mulia?

C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan dari uraian rumusan masalah diatas dapat dilihat bahwa tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pengertian dunia dan akhirat yang mencakup surga dan neraka.
2.      Untuk mengetahui pengertian dari akhlak yang mulia.
3.      Untuk mengetahui berbagai akhlak mulia yang dapat mengantarkan kita kesurga.
4.      Untuk mengetahui cara atau metode yang bisa dilakukan untuk memiliki akhlak tersebut.









BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Dunia dan Akhirat
DUNIA
Kita hidup sekarang ini tentunya dizaman yang sudah bisa dikatakan enak ketimbang dari bagaimana perjuangan dulu Nabi Muhammad SAW yang memperjuangkan dunia ini dari kegelapan ke terang benderang seperti saat ini yang kita rasakan. Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa masih terdapat segelintir orang yang tidak menerima dan mengikuti wahyu Allah SWT yang diturunkan atau diwahyukan melewati beliau.
Dunia yang kita singgahi ini merupakan wilayah yang sangat sempit dan fana dibandingkan dengan akherat nanti yang sangat luas yang merupakan kehidupan yang sebenarnya yang akan kita diami sesudah meninggalkan dunia ini.
Dari penjabaran diatas tersebut, selanjutnya akan dibahas apa itu dunia, yang menurut beberapa sumber sebagai berikut:
1.      Menurut Tim Penyusun Kamus Besar Indonesia memberikan pengertian sebagai berikut:
·         Bumi dengan segala yang terdapat diatasnya, jagat tempat kita hidup.
·         Segala yang bersifat kebendaan yang tidak kekal, baginya tiada arti harta.[1]
2.      Menurut Ali Isa Othman
·         Segala hal yang kongkrit yang tertentu.
·         Kenikmatan yang diperoleh manusia dari hal-hal yang kongkrit.

·         Pengelolaan yang dilakukan manusia terhadap hal kongkrit tersebut untuk dinikmatinya.[2]

3.      Hasan Muarif Ambary, dkk memberikan pengertian dunia sebagai.
·         Kehidupan dunia hanya merupakan mainan dan senda gurau.
·         Kehidupan dunia dibandingkan dengan kehidupan akherat hanyalah sedikit.
·         Kehidupan dunia ibarat air hujan yang turun dari langit lalu suburlah tumbuh-tumbuhan dimuk bumi, padahal tumbuh-tumbuhan itu lalu menjadi kering dan musnah karena angin.
·         Bahwa dunia dan segala isinya adalah salah satu rintangan yang bisa menghalangi seseorang untuk mendekatkan diri pada Allah SWT.[3]
4.      Abdullah dan Al-Makmun al-Suhrawardy mendefinisikan dunia sebagai
·         Dunia adalah sebuah penjara bagi orang beriman, dan surga bagi orang kafir.
·         Dunia adalah penyihir yang lebih besar dari pada Harut dan Marut, dan kamu hendaknya menghindarinya.
·         Terkutuklah dunia ini dan terkutuklah semua yang ada didunia ini, kecuali mengingat Allah dan itu yang akan menololng kamu.[4]



5.      Hammudah Abdalati
Ciptaan Allah dan Dia menjaganya untuk tujuan yang penuh arti secara historis diciptakan dunia ini dengan kehendak-Nya sendiri.
Allah berkehendak pula agar hasil ciptaan itu patuh kepada hukum-hukumnya. Semua itu tidak diciptakan dengan kebetulan belaka.[5]
6.      Al-Ghazali
Dunia ini kampung bagi orang yang tiada mempunyai kampung dan harta bagi yang tidak mempunyai harta. Dan untuk dunia, dikumpulkan oleh orang yang tiada berakal. Kepada dunia bermusuh-musuhan orang yang tiada berilmu. Kepada dunia, berdengki orang yang tiada memahami agama. Dan untuk dunia berusaha orang yang tidak mempunyai keyakinan.[6]
7.      Syekh Abdul Qadir Al-Jilani
Dunia adalah hijab (tabir) yang utama dalam hati manusia. Selama hijab itu menjadi sumber ingatan manusia, maka kekallah manusia dalam keterpencilannya dengan Allah, meskipun dia terus beramal. Ia jauh dari Allah karena amal lainnya diganggu oleh ingatan yang bermacam-macam selain Allah yang selalu datang setiap kali dia beramal.[7]
8.      Alamah Sayyid Abdullah Haddad menerangkan pandangan Ibrahim bin Adham
Bahwa kesenangan duniawi, kelezatan, serta pengumbaran syahwat nafsu di dalamnya semuanya itu mengundang kepayahan, bahaya, kerisauhan dan kesedihan. Makin besar kesenangan duniawi maka makin besar pula kesedihan sehingga manusia akan mengalami penderitaan. Sebaliknya makin sedikit kesenangan duniawi maka makin sedikit pula kesedihan sehingga manusia akan mengalami kedamaian hati.[8]
9.      Hasan al-Basri mengatakan bahwa dunia adalah rumah amal. Barang siapa menggelutinya atas dasar senang dan cinta kepadanya akan celaka dan Allah akan menghanyutkan baginya, kemudian dunia menyerahkan kepada sesuatu yang tidak mampu bersabar dan menanggung siksa.
10.  Rabiah Al-Adawiyah menganggap dunia sebagai hijab antara dirinya dengan Tuhan. Dia mencintai-Nya dan menjauhi dunia semata-mata karena ingin tersingkapnya hijab itu sehingga bisa mencapai makrifat kepadanya.
11.  Ibn Ataillah mengatakan bahwa dunia sebagai tempat segala sesuatu yang rusak, sebagai sumber kekotoran hati agar seseorang mau zuhud daripadanya. Dengan zuhud seseorang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas amalnya.
12.  Alwi al-Haddad mengatakan bahwa dunia adalah sesuatu yang terkutuk kecuali yang ditujukan guna mencapai keridhoan Allah swt. Siapa saja yang mengambilnya lebih dari keperluannya seperti orang yang mengambil kebinasaan. Buah makrifat seperti ini secara batiniah meninggalkan kecenderungan kepada dunia dan secara lahiriah meninggalkan perbuatan yang memenuhi kecenderungan hawa nafsu.
Dari beberapa pengertian mengenai dunia penulis dapat menyimpulkan bahwa dunia merupakan suatu ciptaan dari Allah Swt yang meliputi segala isi alam semesta ini, kenikmatan-kenikmatan dunia yang diberikan dan menjadi bukti kekuasaan allah Swt. Dunia itu bersifat sementara dan fana jika dibandingkan dengan kehidupan akherat sangatlah jauh perbandingannya baik kenikmatannya dan keindahannya itu sendiri. Dunia ini juga merupakan suatu pengujian kepada hamba Allah dan dapat menentukan kehidupan sesudah didunia ini.

AKHIRAT
Setelah diatas membahas mengenai dunia yang hanya bersifat sementara, selanjutnya penulis akan membahas mengenai kehidupan yang sesungguhnya yaitu sesudah meninggal dunia ternyata itulah kehidupan yang sesungguhnya yang sering kita sebut dengan akherat. Entah kita termasuk orang yang banyak amal kebaikannya atau bahkan banyak amal buruknya selama didunia yang fana itu yang dapat menentukan kita termasuk golongan yang mana, entah kaum penghuni surga atau neraka.
     Setelah sedikit menyinggung mengenai masalah surga atau neraka, berikutnya penulis akan menjabarkan dan menjelaskan pengertian dari keduanya.
A.    SURGA
      Surga diibaratkan negeri pahala dan kenikmatan abadi. Karena didalamnya terdapat segala sesuatu yang tak pernah dipandang mata, didengar telinga ataupun dirasakan hati. Didalamnya terdapat bidadari, pelayan belia, aneka daging, burung, buah-buahan, sungai-sungai air yang bening, susu, madu, khamar yang mengalir, tempat tidur, sutra, emas permata, dan sebagainya.[9]
Allah Swt telah mengisyaratkan hal itu dalam Firman-Nya:
Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada dalam surga dan
kenikmatan, mereka bersuka ria dengan apa yang diberikan kepada mereka oleh Rabb mereka; dan Rabb mereka memelihara mereka dari azab neraka. Dikatakan kepada mereka): “Makan dan minumlah dengan enak sebagai balasan dari apa yang telah kamu kerjakan”. Mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli.”.  (QS. Ath-Thuur : 17-20).
Surga sendiri punya banyak nama ditinjau dari sifat-sifatnya. Yang dinamai satu ditinjau dari sisi dzatnya. Secara dzat, nama-nama tersebut adalah sinonim. Nama-nama itu berbeda dilihat dari sifat-sifat surga yang berbeda antara yang satu dengan yang lain, hal itu sebagaimana terjadi pada nama-nama Allah, nama-nama kitabullah, nama-nama rasulullah, nama-nama hari akhir dan nama-nama neraka, yaitu antara lain sebagai berikut:
·         Jannah (surga), itu adalah nama umum untuk tempat yang kita bahas ini. Kata al-jannah  berasal dari kata as-satr wat taghthiyyah, yang artinya tertutup dan terselubung.
·         Daarus Salaam (Rumah Keselamatan), daarus salaam adalah rumah Allah, salah satu nama Allah adalah salaam. Dialah yang memberikan keselamatan bagi penghuni daarus salam.
Seperti dalam Furman-Nya, “Bagi mereka( disediakan) tempat yang damai (surga) disisi Tuhannya. Dan dialah pelindung mereka karena amal kebajikan yang mereka kerjakan.” (QS. Al-An’aam: 127)
·         Daarul Khuldi (Rumah Keabadian), Dinamakan sedemikian rupa karena penghuninya tidak akan meninggalkannya sama sekali.
·         Daarul Muqaamah (Rumah Tinggal Abadi), Allah Swt bercerita tentang penghuninya sebagai berikut, “Dan mereka berkata, ‘segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari kami. Sungguh, Tuhan kami benar-benarMaha Pengampun dan Maha Mensyukuri, yang dengan karunia-Nya menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga); didalamnya kami tidak merasa lelah dan tidak pula merasa lesu.” (QS. Faathir: 34-35)
·         Jannatul Ma’wa (Tempat Tinggal), Allah Swt mengisahkan penghuninya sebagai berikut: “Didekatnya ada surga tempat tinggal.” QS. An-Najm: 15)
·         Jannat Adn (Surga Adn), Allah Swt berfirman, “Yaitu surga adn yang telah dijanjikan oleh Tuhan Yang Maha Pengasih kepada hamba-Nya, sekalipun (surga itu) tidak tampak. Sungguh, (janji Allah) itu pasti ditepati.” (QS. Maryam: 61)
·         Daarul Hayawaan (Tempat yang Sesungguhnya), Allah Swt berfirman, “Dan kehidupan dunia ini hanya senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akherat itulah kehidupan yang sebenarnya (hayawaan), sekiranya mereka mengetahui.” (QS.Al-‘Ankabuut: 64)
·         Firdaus, adalah nama untuk semua surga. Dia biasa dipakai untuk menyebut surga yang paling bagus dan paling tinggi. Adh-Dhahhak berpendapat, firdaus adalah taman yang dipenuhi pepohonan berudara sejuk.
·         Jannatun Na’im (Taman Kenikmatan), Allah Swt berfirman, ‘Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka akan mendapat surga-surga yang penuh kenikmatan.” (QS. Luqman: 8)
Jannatun na’im juga nama sebutan bagi semua surga. Sebab, ia mencakup seluruh nikmat didalam surga, dari mulai nikmat makanan, minuman, pakaian, imaji, wewangian, pemandangan, tempat tinggal, dan beragam nikmat zahir dan batin.
·         Al-Maqaamul Amiin (Tempat yang Aman), Allah Swt berfirman, “Sungguh, orang-orang yang bertakwa berada dalam tempat yang aman, (yaitu) didalam taman-taman dan mata air-mata air.” (QS. Ad-Dukhaan: 51-52)
·         Maq’adush Shidqi Wa Qidamush Shidqi (Tempat yang Disenangi), Allah Swt berfirman, “Sungguh, orang-orang yang bertakwa berada ditaman-taman dan sungai-sungai. Tempat yang disenangi disisi Tuhan Yang Maha Kuasa.” (QS.Al-Qamar: 54-55)[10]
    Surga hanya akan dimasuki oleh orang yang benar-benar mengerjakan kebaikan dan kemuliaan, disertai dengan sifat-sifat yang mulia dan utama.[11]

                             NERAKA
    Setelah membahas sedikit mengenai surga dan nama-namanya seperti yang dipaparkan diatas, selanjutnya pembahasan mengenai neraka yang merupakan kebalikan dari surga, yaitu jika kepada mereka yang taat dan berbakti, Allah Swt akan memberi balasan dengan sejumlah kenikmatan, maka kepada mereka yang durhaka dan bergelimang noda dosa tentu dibalas-Nya dengan siksa, yakni neraka.
   Pengertian Neraka menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Luar Jaringan sendiri ialah alam akhirat tempat bagi orang kafir dan orang durhaka yang mengalami siksaan dan kesengsaraan.
Siksaan itu sebagai hukuman terhadap mereka, karena telah melakukan dan menumpuk dosa besar dan kejahatan-kejahatan yang berlebihan. Seperti halnya ada nama-nama surga, neraka juga memiliki sejumlah nama diantaranya yaitu:
·         Neraka Hawiyah, adalah sebuah jurang yang sangat dalam, dan barang siapa yang terjatuh kedalamnya pasti tidak bisa naik keatas. Perihal neraka hawiyah ini Allah Swt telah berfirman, “Maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Dan tahukah kamu, apakah neraka Hawiyah itu? Yaitu api yang sangat panas.” (QS. Al-Qaari’ah: 8-11)
·         Neraka Lazha, hal ini diilustrasikan oleh Allah Swt dalam firman-Nya, “Sekali-sekali tidak demikian. Sesungguhnya siksa itu adalah neraka lazha (api yang bergejolak), yang mengelupaskan kulit kepala. Yang memanggil orang membelakangdan yang berpaling dari agama. Serta yang mengumpulkan harta benda lalu menyimpannya.” (QS. Al-Ma’arij: 15-18)
·         Neraka Sa’ir, hal ini digambarkan oleh Allah Swt dalam firman-Nya, “Dan kami sediakan buat mereka siksa neraka yang menyala-nyala.” (QS. Al-Mulk: 5)
·         Neraka Saqar, hal ini tertera dalam firman Allah Swt, ‘Aku akan memasukkankedalam neraka Saqar. Tahukah kamu, apakah neraka saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. Neraka Saqar adalah pembakar kulit manusia. Diatasnya ada sembilan belas malaikat penjaga.” (QS. Al-Muddats-tsir: 26-30)
·         Neraka Huthamah, gambaran huthamah adalah sebagaimana firman Allah Swt, “Sekali-kali tidak! Sesungguhnya benar-benar dia akan dilemparkan kedalam Huthamah. Dan tahukah kamu, apakah Huthamah itu? Yaitu api yang disediakan Allah yang dinyalakan, yang membakar sampai hati. Sesungguhnya ditutup rapat diatas mereka, sedang mereka itu diikat pada tiang yang panjang.” (QS. Al-Humazah: 5-9)[12]

Dari paparan diatas mengenai surga dan neraka dapat penulis simpulkan bahwasanya surga lebih baik dari pada neraka, surga berisi kenikmatan sedangkan neraka lebih berisi kepedihan. Letak surga sendiri lebih tinggi dibandingkan dengan neraka.
 Jadi, kita tentunya harus memilih surga sebagai kehidupan abadi kita dibandingkan dengan  neraka yang pedih dengan siksaan, bagaimana meraih surga itu sendiri? .
Menurut penulis jalan menuju surga itu luas dan lebar sekali yang dapat kita tempuh, yaitu diantaranya dengan akhlak yang mulia.


B.     Pengertian Akhlak
Akhlak secara bahasa ialah bentuk jamak dari khuluq (khuluqun) yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at. Sedangkan khuluq dimaknai sebagai gambaran sifat batin manusia, gambaran bentuk lahiriah manusia, seperti raut wajah, gerak anggota badan dan seluruh tubuh.
Berikut merupakan pengertian akhlak menurut beberapa ahli:
1.      Hamzah Ya’qub
Akhlak ialah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin.[13]
2.      Abdul Hamid
Mengatakan bahwa akhlak adalah ilmu tentang keutamaan yang harus dilakukan dengan cara mengikuti sehingga jiwanya terisi dengan kebaikan.[14]
3.      Ibrahim Anis
Akhlak ialah ilmu yang diobjekkan membahas nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia.[15]
4.      Ahmad Amin
Akhlak itu adalah kebiasaan baik dan buruk.[16]
5.      Imam Ghazali
Akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.[17]

    Dari penjelasan-penjelasan mengenai akhlak yang dikemukakan oleh beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa Akhlak merupakan suatu perilaku manusia yang baik maupun yang buruk yang terdapat dalam jiwa seseorang sehingga akhlak tersebut akan menimbulkan perbuatan yang muncul tanpa dipikirkan lagi.
Sumber ajaran akhlak itu sendiri bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadits.
    Pembicaraan tentang akhlak berarti berbicara dengan sesuatu yang terkait dengan persoalan bagaimana seorang bertindak dan berperilaku. Ketika perilaku itu diterima dan disenangi oleh semua orang yang berakal sehat maka ia disebut dengan akhlak yang baik (al-akhlaq al karimah), tetapi jika perilaku itu tidak dapat diterima dan disenangi oleh semua orang yang berakal sehat serta tidak pula membahagiakan, maka disebut dengan akhlak yang tidak baik (al-akhlaq al mazmimah).[18]
    Akhlak mahmudah atau akhlak terpuji ialah perbuatan terpuji berdasarkan akal dan syariat islam, seperti ar-rahman, pemaaf, amanah dan sebagainya.Sedangkan akhlak tercela atau mazmumah ialah perbuatan tercela menurut pandangan akal dan syariat islam, seperti egois (al-nani’aht), kikir (al-bukhl), suka berdusta (al-buhtan) dan sebagainya, tentu akhlak ini dapat mengantarkan kita keneraka bukan kesurga
   Jelas yang mengantarkan kita kesurga bukanlah akhlak yang tercela melainkan akhlak mulia atau akhlak terpuji, akan tetapi apa saja akhlak terpuji itu?.

C.    Akhlak Mulia yang dapat Mengantarkan ke Surga
Dari sekian banyak akhlak yang dapat mengantarkan kita semua kesurga, akan tetapi penulis akan menerangkan sebagian saja akhlak tersebut dimakalah ini yang penulis ambil dari Al-Qur’an dan Hadits, yaitu sebagai berikut:
1.      Takwa
Takwa disini ialah takwa kepada Allah Swt yaitu dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya tentunya.
Catatan mengenai kenikmatan surga dan keberadaan orang-orang yang bertakwa didalamnya tentu banyak disebutkan oleh  ayat-ayat Al-Qur’an namun penulis hanya akan mengambil satu ayat saja yaitu sebagai berikut:
“...Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Rabb mereka ada surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya. Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. Yaitu orang-orang yang berdo’a, ‘Rabbana, sesungguhnya kami teah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka. (Yaitu) orang-orang yang sabar,yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (dijalan Allah), dan yang memohon ampun diwaktu sahur.” (QS. Ali-Imran: 15-17)[19]

2.      Memuji Allah Saat Susah dan Senang
Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Orang yang pertama laki diseru untuk masuk surga ialah mereka yang memuji Allah ‘Azza wa Jalla, baik ketika senang maupun susah.” (HR. Ibnu Abuddunya, Bazzaar, dan Thabrani dalam ketiga Mu’jam-nya dengan banyak isnad yang salah satunya hasan. Juga riwayat Hakim, yang mengatakan bahwa hadits ini shahih sesuai syarat Muslim) [20]

3.      Menyingkirkan Kotoran dan Hal-Hal yang mengganggu dari Masjid dan Menyingkirkan Benda yang Mengganggu dari Jalan
Masjid merupakan tempat peribadatan bagi kaum muslim dan yang merupakan rumah Allah, sebagai tempat ibadah dan rumah Allah tentunya kita sebagai umat muslim harus menjaganya dengan baik tentunya.
Seperti dalam sebuah Hadits Rasulullah yaitu dari Abu Said Al Khudri r.a., ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa menyingkirkan (mengeluarkan) benda yang mengganggu masjid, maka Allah membangun untuknya rumah disurga.” (HR. Ibnu Majah yang pada sanadnya mengandung kemungkinan hasan)[21]
Allah akan mencatat semua amal kita baik kecil dan besar, seperti menyingkirkan benda dijalanan saja Allah akan menggantinya dengan kenikmatan surga. Seperti dalam sebuah hadits Rasulullah yang diriwayatkan sebagai berikut:
Abu Syaibah Al Hirawi berkata bahwa pada suatu hari Mu’adz r.a. berjalan bersama seseorang. Maka ia singkirkan sebuah batu dari jalan. Laki-laki itu bertanya, “Apa ini?” Maka Mu’adz r.a. berkata, “Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda : “Barangsiapa yang menyingkirkan batu dari jalan, maka akan ditulis untuk hasanah, dan barangsiapa memiliki hasanah, dia masuk surga.” (HR. Thabrani dalam Al Kabir dengan para perawi yang tsiqah.)[22]

4.      Menyebarkan Salam, Memberi Makan, Bersilaturrahmi, dan Shalat Malam
Dari Abdullah bin Salaam r.a., ia berkata, “Ketika pertama kali Rasulullah Saw tiba di Madinah, orang-orang datang mengelu-elukan dan aku termasuk salah seorang yang mendatanginya. Setelah kuamati, ternyata beliau tidak mencerminkan seorang pendusta. Ucapan yang pertama kali kudengar darinya ialah:
“Hai segenap manusia, sebarkanlah salam dan berikanlah makan, jalinlah silaturrahmi, dan shalatlah dimalam hari, disaat orang-orang sedang tidur niscaya kamu akan masuk surga dengan salam sejahtera.” (HR. Tirmidzi. Menurut beliau, hadits ini hasan shahih. Juga riwayat Ibnu Majah dan Hakim. Keduanya mengatakan bahwa hadits ini shahih sesuai dengan syarat Bukhari-Muslim)[23]

5.      Jujur dalam Berdagang
Dari Abu Said r.a., bahwa Nabi SAW bersabda:
“Pedagang yang jujur dan memegang amanah (terpercaya) akan bersama para nabi, shiddiqiin (orang-orang yang jujur) dan para syuhada!.” (HR. Tirmidzi. Menurut beliau, hadits ini hasan.)
Hadits diatas mengandung makna bahwa pedagang yang iltizam (komitmen) terhadap kejujuran dalam bermuamalah, seperti tidak berdusta, tidak menyembunyikan cacat barang akan menjadi teman para nabi, shiddiqiin, dan para syuhada disurga.[24]

6.      Berkata Benar, Menepati Janji, Menunaikan Amanat, Menjaga Kemaluan, Menundukkan Pandangan, dan Menahan Tangan
Dari Ubaidah bin Shamit r.a., bahwa Nabi Saw bersabda:
“Amalkanlah enam pesanku, pasti kalian kujamin dengan surga: benar bila bicara, tepat janji, menunaikan amanat jika diberi amanat dan memelihara kemaluan, menundukkan pandangan serta menahan tangan.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya. Juga riwayat Hakim, yang mengatakanbahwa isnadnya shahih.)
Yang dimaksud “benar bila bicara” dalam hadits diatas ialah konsisten terhadap pembicaraan, tidak berdusta kecuali dalam hal-hal yang dibolehkan oleh syari’at, seperti mengislah (melerai) dua orang yang tengah berselisih, dalam keadaan perang, dan sebagainya. Adapun maksud “menahan tangan” adalah tidak diperkenankan seorang muslim menyakiti saudaranya (sesama muslim), karena ‘muslim’ sebagaimana arti katanya adalah jika orang lain selamat dari lidah (perkataan) dan tangannya.[25]

7.      Adil, Kasih Sayang, dan ‘Iffah
Dari ‘Iyadh bin Hammar r.a., ia pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda:
“Pnghuni surga itu tiga: penguasa yang adil dan mendapat taufik, laki-laki yang penyayang dan lembut kepada setiap karib-kerabat muslim, serta laki-laki yang memiliki tanggungan, mempunyai sifat ‘iffah (memelihara kesucian dan harga diri).” (HR. Muslim)
Bersikap kasih sayang tidaklah hanya pada sesama manusia saja melainkan pada makhluk ciptaan Allah lainnya juga seperti kepada binatang dan tumbuhan.[26]
Seperti hadits Nabi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., yang menjelaskan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Seorang laki-laki turun ke sumur untuk minum. Ternyata dimulut sumur berdiri seekor anjing yang tengah menjulurkan lidahnya karena haus. Maka ia copot salah satu sepatunya untuk menciduk air, guna meminumi anjing, karena ia iba. Maka Allah bersyukur kepadanya, lalu memasukkanya kesurga!.” [27]


8.      Memberi Orang yang Bakhil, Menyambung Hubungan dengan Orang yang Memutuskan, dan Memberi Maaf
Dari Abu Hurairah r.a., ia bercerita bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Tiga perkara, barangsiapa melakukannya, ia akan dihisab oleh Allah dengan mudah dan akan dimasukkan ke surga dengan rahmat-Nya. Para sahabat bertanya, “Apakah itu, ya Rasulullah?” Rasul menjawab: “Memberi kepada orang yang bakhil (pelit) kepadamu, menyambung hubungan kepada orang yang memutuskannya darimu, dan memaafkan orang yang menzhalimimu!” Bila hal ini kau lakukan, engkau masuk surga!.” (HR. Bazzaar dan Thabrani dalam Al Ausath.)[28]

9.      Berbakti kepada Ibu Secara Khusus
Diriwayatkan dari Thalhah bin Mu’awiyah As Salamy r.a., ia berkata:
“Aku pernah datang kepada Rasulullah Saw dan berkata, ‘Wahai Rasulullah aku ingn jihad fi sabilillah’. Maka beliau bertanya, ‘Apakah kau masih punya ibu?’ ku menjawab, ‘Ya.’ Rasul bersabda, ‘Berbaktilah kepadanya, karena disana terletak surga.’” (HR. Thabrani)[29]

10.  Tidak Sombong, Tidak Punya Utang, dan Tidak Ghulul (Mengambil  Jatah  Sebelum Dibagi)
Dari Tsauban r.a., bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Barangsiapa dibangkitkan pada hari kiamat dengan lepas dari tiga perkara, maka ia masuk surga; lepas dari sombong, ghulul (mengambil jatah rampasan perang sebelum dibagi), dan utang.” (HR. Nasa’i dan Ibnu Hibban dalam Shahih-Nya dengan lafadzhnya, Juga riwayat Hakim. Menurutnya, hadits ini shahih, sesuai syarat Bukhari-Muslim)[30]
Setelah pemaparan dari beberapa akhlak mulia yang balasnnya surga tersebut, tentu begi para pembaca sekarang lebih mengenal akhlak-akhlak tersebut dan menjadi sadar ingin setidaknya mempunyai sebagian dari beberapa akhlak mulia tersebut, namun seperti apa hal yang harus kita lakukan untuk menanamkan akhlak tersebut dalam diri kita tentunya. Selanjutnya penulis akan terangkan pada sub-bab berikut ini.


D.     Pembentukan Akhlak
Menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk, karena akhlak adalah instinct (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini masalah akhlak adalah pembawaan dari manusia sendiri , yaitu kecenderungan kepada kebaikan atau fithrah yang ada dalam diri manusia sendiri, dan dapat juga berupa kata hati atau intuisi yang selalu cenderung kepada kebenaran.Dengan pandangan seperti ini, maka akhlak akan tumbuh dengan sendirinya, walaupun tanpa dibentuk atau diusahakan (ghair muktasabah). Kelompok ini lebih lanjut menduga bahwa akhlak adalah gambaran batin sebagaimana terpantul dalam perbuatan lahir. Perbuatan lahir ini tidak akan sanggup mengubah perbuatan batin. Orang yang bakatnya pendek tidak dapat dengan sendirinya meninggalkan dirinya. Demikian sebaliknya.
Pendapat lain mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan, pembinaan dan perjuangan keras dan sungguh-sungguh. Kelompok yang mendukung pendapat yang kedua ini umumnya datang dari ulama-ulama islam yang cenderung pada akhlak. Ibnu Miswakaih, Ibn Sina, al-Ghazali dan lain-lain termasuk kepada kelompok yang mengatakan bahwa akhlak adalah hasil usaha (Muktasabah).
Pada kenyataan dilapangan, usaha-usaha pembinaan akhlak melalui berbagai macam metode terus dikembangkan. Ini menunjukkan bahwa akhlak memang perlu di bina, dan pembinaan ini ternyata membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah Swt dan Rasul-Nya, hormat kepada ibu-bapak, sayang kepada makhluk tuhan dan seterusnya. Sebaliknya juga menunjukkan bahwa anak-anak yang tidak dibina akhlaknya, atau dibiarkan tanpa bimbingan, arahan dan bimbingan, ternyata menjadi anak-anak yang nakal, mengganggu masyarakat, melakukan berbagai perbuatan tercela dan seterusnya. Ini membuktikan bahwa akhlak memang perlu dibina.
Keadaan pembinaan ini semakin terasa diperlukan terutama pada saat di mana semakin banyak tantangan dan godaan sebagai dampak dari kemajuan dibidang iptek. Saat ini misalnya orang akan dengan mudah berkomunikasi dengan apapun yang ada didunia ini, yang baik maupun yang buruk, karena ada alat telekomunikasi. Peristiwa yang baik atau yang buruk dengan mudah dapat dilihat melalui pesawat televisi, internet, faximile, dan seterusnya. Film, buku-buku, tempat-tempat hiburan, yang menyuguhkan adegan maksiat juga banyak. Demikian pula produk obat-obat terlarang, minuman keras, dan pola hidup materialistik dan hedonistic semakin menggejala. Semua ini jelas membutuhkan pembinaan akhlak.
Dengan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa akhlak merupakan hasil usaha dalam mendidik dan melatih dengan sungguh-sungguh terhadap berbagai potensi rohaniah yang terdapat dalam diri manusia. Jika program pendidikan dan pembinaan akhlak itu dirancang dengan baik, sistematik, dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, maka akan menghasilkan anak-anak atau orang-orang yang baik akhlaknya. Disinilah letak peran dan fungsi lembaga pendidikan.
Dengan demikian pembentukkan akhlak dapat diartikan sebagai usaha-usaha dalam rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten. Pembentukkan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa anak adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia, termasuk didalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fithrah, patah hati, hati nurani, dan intuisi dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat.[31]

1.      Pembentukkan Akhlak dalam Perspektif  Para pakar
a.      Tokoh-tokoh filsafat stoisisme, menduga bahwa semua manusia dicipta dengan tabiat yang terbaik, kemudian mereka menjadi jahat dan condong kepada keinginan-keinginan syahwat rendah dan dorongan jahat karena pengaruh lingkungan.
b.      Galen berpendapat bahwa diantara manusia ada yang dicipta baik semenjak awal penciptaannya, ada yang dicipta jahat, dan ada pula yang berada diantara keduanya.
c.       Aristosteles (384-322 SM) bependapat, bahwa orang-orang yang jahat kadang-kadang dapat berubah menjadi baik dengan pendidikan namun hal itu tidak mutlak. Sebab diantara mereka ada yang menerima pendidikan dan segera mengamalkan sifat-sifat keutamaan dan adapula yang menerima pendidikan tetapi lambat mengamalkannya.
d.      Baruch Spinoza (1632-1677 M) berpendapat bahwa manusia tidak dapat berubah dari sifat atau tabiat yang ada padanya sejak penciptaannya. Ia sangat menentang tokoh-tokoh yang mengatakan manusia dapat berubah dari sifat pembawaannya.
e.       Arthur Schopenhauer (1788-1860) dan Lery Braille bependapat bahwa manusia dilahirkan dengan naluri yang baik dan naluri yang buruk sebagaimana anak domba yang jinak dan anak singa yang galak. Sifat-sifat yang baik dan buruk yang telah ada dalam diri manusia sejak penciptaannya tidak mungkin dapat berubah.
2.      Pembentukkkan Akhlak dalam Perspektif Islam
Pandangan tokoh-tokoh filsafat yang mengatakan bahwa tabiat atau akhlak tidak dapat diubah, seperti disebutkan diatas, tidak dapatditerima karena bertentangan dengan nash-nash al-Qur’an, as-Sunnah, akal, dan realitas yang ada dalam kehidupan. Akhlak merupakan salah satu dari hal-hal yang dapat menerima perubahan.
Sedangkan dalam salah satu hadits Nabi Muhammad SAW bersabda: “perbaikilah akhlak kamu.” Ini menunjukkan bahwa pada prinsipnya akhlak yang buruk dapat diubah dan di didik sehinggamenjadi akhlak yang baik. Karena seandainya akhlak itu tetap seperti awal penciptaannya tanpa dapat mengalami perubahan apapun, maka sudah tentu Nabi Muhammad SAW tidak akan menyuruh umat islam untuk memperbaiki akhlak mereka. Dan lagi pula kalau akhlak tidak dapat diubah, maka sudah tentu pembinaan berbagai intitusi seperti pendidikan undang-undang, Negara dan sebagainya menjadi tidak berguna. Sebab tujuan asas pembentukkan institusi-institusi tersebut adalah untuk melahirkan generasi yang berakhlak mulia.[32]
Ibn Miskawaih, al-Ghazali, dan Ibn Qudamah berpendapat bahwa pendidikan akhlak harus sudah mulai semenjak kanak-kanak- baru dilahirkan. Sedangkan subjek pendidikan itu sendiri harus dimulai dari perkara-perkara zahir dan berbentuk adab fisik dan pergaulan, kemudian dilanjutkan dengan perkara-perkara batin dan berbentuk rohani.[33]
Jadi, pada dasarnya berdasarkan nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah akhlak dapat dibentuk dan dirubah, yakni baik melalui pendidikan, bimbingan dan pembinaan yang dilakukan sejak masih kanak-kanak, dan bahkan dengan hidayah yang turun dari Allah sendiri yang memungkinkan seseorang dapat berubah dari perilaku buruk ke baik tentunya.
BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
     Akhlak merupakan identitas diri seseorang, baik akhlak baik maupun buruk. Sebagai manusia yang beriman hendaknya kita memiliki akhlak yang baik atau mulia meskipun tidak dapat dipungkiri masih terdapat pada diri kita akhlak yang buruk atau tercela. Manusia sangat dianjurkan untuk berakhlak mulia karena ini merupakan tabungan bagi kita semua kelak setelah meninggalkan dunia ini selamanya, yang merupakan sebuah proses bagi kehidupan selanjutnya yaitu akhirat, yang dapat menentukan kita termasuk golongan ahli surga atau ahli neraka sesuai buku tabungan kita masing-masing banyak amal baiknya ataukah banyak amal buruknya.
Setiap manusia pasti terdapat akhlak mulia dan buruknya. Akhlak tercela tersebut yang terdapat pada diri kita tentunya dapat diperbaiki dan diubah menjadi akhlak yang mulia tergantung kita sendiri menginginkan perubahan itu sendiri atau tidak.
                                                                         
B.   Kritik dan Saran
Sebagai umat yang beriman tentunya kita harus memiliki akhlak mulia tersebut dan mengusahakannya dengan cara perubahan dan perbaikan yang tentunya kalian sudah tahu janji Allah SWT sendiri bagi orang yang berakhlak mulia itu ialah kenikmatan surga.
Perubahan dan penanaman akhlak merupakan solusi yang terbaik untuk kita semua tentunya, baik melalui pendidikan, bimbingan, serta pembinaan.
Allah Swt telah membuka lebar-lebar jalannya tinggal persepsi kita yang harus diubah mulai sekarang.



DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Othman, Ali Isa. 1981). Manusia Menurut al-Ghazali.  Bandung: Pustaka Grafika

Ambary, Hasan Muarif  dkk. 1993. Ensiklopedia Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve

Al-Suhrawardy,  Al-makmun  dkk. 2002.  Kearifan dan Keutamaan Sang Nabi.  Yogyakarta: Pustaka Sufi

Abdalati, Hammudah. 1983.  Islam suatu Kepastian. Jakarta: Media Dakwah

Al-Ghazali,  Imam. 1998.  Ihya Umuluddin.Terjemahan Ismail Yakub. Singapura: Pustaka Nasional Pte.Ltd

Al-Jilani, Syekh Abdul Qadir. 2002. Rahasia Sufi.  Yogyakarta: Pustaka Sufi

Haddad, Alamah Sayyid Abdullah.1986. Menuju Kesempurnaan Hidup.  Bandung: Mizan

‘Afifi, Thaha Abdullah. 1994. 120 Kunci Surga dari Al-Qur’an dan Sunnah. Jakarta: Gema Insani Press

Al-Jauziyyah, Ibnul Qayyim. 2012.  Surga yang Allah Janjikan.2.  Jakarta: Qisthi press
Marzuki, Choiran A. 1997. Qiamat Surga dan Neraka. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset
Ya’qub, Hamzah. 1993. Etika Islam. Bandung: Diponegoro

Yunus, Abd. Hamid. Da’irab al-Ma’arif, Asy-Sya’ib. Kairo

Anis, Ibrahim. 1972. al-Mu’jam al-Wasith. Mesir: Dar al-Ma’arif

Amin, Ahmad. Kitab al-Akhlak. Kairo: Darul Kutub

Al-Ghazali, Imam. Ibya ‘Ulum Ad-Din. Kairo: Al-Masyhad Al-Husain

HS, Nasrul. 2015. Akhlak Tasawuf.  Yogyakarta: Aswaja Pressindo

Nata, Abuddin. 1996. Akhlak Tasawuf.IV. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Hasibuan, Imran Effendy. 2003.  Pemikiran Akhlak Syekh Abdurrahman Shiddiq al-Banjari. Pekanbaru: LPNU Press



[1] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1990), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
[2] Ali Isa Othman (1981), Manusia Menurut al-Ghazali, Bandung: Pustaka Grafika
[3] Hasan Muarif Ambary dkk (1993), Ensiklopedia Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve
[4] Al-makmun Al-Suhrawardy dkk (2002), Kearifan dan Keutamaan Sang Nabi, (Yogyakarta: Pustaka Sufi
[5] Hammudah Abdalati (1983), Islam suatu Kepastian, Jakarta: Media Dakwah
[6] Imam Al-Ghazali (1998), Ihya Umuluddin.Terjemahan Ismail Yakub, Singapura: Pustaka Nasional Pte.Ltd
[7] Syekh Abdul Qadir Al-Jilani (2002), Rahasia Sufi, Yogyakarta: Pustaka Sufi
[8] Alamah Sayyid Abdullah Haddad (1986), Menuju Kesempurnaan Hidup, Bandung: Mizan
[9] Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Al-Qur’an dan Sunnah, Jakarta: Gema Insani Press, hlm.15-16

[10] Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah (2012), Surga yang Allah Janjikan.2, Jakarta: Qisthi press, hlm.109-118
[11] Marzuki, Choiran A Marzuki (1997), Qiamat Surga dan Neraka, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, hlm.163
[12] Choiran A Marzuki (1997), Qiamat Surga dan Neraka, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, hlm.194-198

[13] Hamzah Ya’qub (1993), Etika Islam, Bandung: Diponegoro, hlm.12
[14] Abd. Hamid Yunus (tt), Da’irab al-Ma’arif, Asy-Sya’ib, Kairo: hlm.936
[15] Ibrahim Anis (1972), al-Mu’jam al-Wasith, Mesir: Dar al-Ma’arif, hlm.202
[16] Ahmad Amin (tt), Kitab al-Akhlak, Kairo: Darul Kutub, hlm.2
[17] Imam Al-Ghazali, Ibya ‘Ulum Ad-Din, Kairo: Al-Masyhad Al-Husain, tt, hlm.56
[18] Nasrul HS (2015), Akhlak Tasawuf, Yogyakarta: Aswaja Pressindo, hlm.35
[19] Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Qur’an dan Sunnah,Jakarta: Gema Insani Press, hlm.51-52
[20] Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Qur’an dan Sunnah,Jakarta: Gema Insani Press, hlm.210
[21]Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Qur’an dan Sunnah,Jakarta: Gema Insani Press, hlm.145
[22] Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Qur’an dan Sunnah,Jakarta: Gema Insani Press, hlm.180-181
[23] Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Qur’an dan Sunnah,Jakarta: Gema Insani Press, hlm.154
[24] Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Qur’an dan Sunnah,Jakarta: Gema Insani Press, hlm.160-161
[25] Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Qur’an dan Sunnah,Jakarta: Gema Insani Press, hlm.161-162
[26] Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Qur’an dan Sunnah,Jakarta: Gema Insani Press, hlm.167
[27] Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Qur’an dan Sunnah,Jakarta: Gema Insani Press, hlm.167-168
[28] Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Qur’an dan Sunnah,Jakarta: Gema Insani Press, hlm.172-173
[29] Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Qur’an dan Sunnah,Jakarta: Gema Insani Press, hlm.173-174
[30] Thaha Abdullah ‘Afifi (1994), 120 Kunci Surga dari Qur’an dan Sunnah,Jakarta: Gema Insani Press, hlm.202-203
[31] Dr.H.Abuddin Nata, M.A (1996), Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.cet IV, hlm.153-156
[32] Imran Effendy Hasibuan (2003), Pemikiran Akhlak Syekh Abdurrahman Shiddiq al-Banjari, Pekanbaru: LPNU Press, hlm.119-121
[33] Ibid, hlm.130
Previous
Next Post »

Silahkan berkomentar dengan sopan dan beradab :D
ConversionConversion EmoticonEmoticon