Asimilasi dan Akulturasi Islam dan Budaya Lokal Bahasa Arab



ASIMILASI DAN AKULTURASI ISLAM DAN BUDAYA
LOKAL BANGSA ARAB
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah : SKI dan Budaya Lokal
Dosen Pengampu : Khoiro Ummatin, M.Si






Disusun Oleh : Kelompok 6
Maya Ulfatul Umami                    15220001
Ela Nurmalasari                            15220013
                                              Asmul Fauzi                                  15220036
                                              Zeffa Yurihana                               15220041
Endang Santika                              15220048
                         
BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
2015



KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Puji dan syukur senantiasa penulis haturkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan nikmat -Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi Tugas pada Mata Kuliah Sejarah Kebudayaan Islam dan Budaya Lokal yang diampu oleh Ibuk Khoiro Ummatin, S.Ag., M.Si.
Makalah yang penulis buat ini berjudul “Asimilasi dan Akulturasi Islam dan Budaya Lokal Bangsa Arab” dibuat berdasarkan hasil penyusunan data-data yang diperoleh dari berbagai buku referensi yang berkaitan dengan Mata Kuliah Sejarah Kebudayaan Islam dan Budaya Lokal, serta berbagai informasi dari berbagai literatur dan sumber lainnya yang berhubungan dengan Mata Kuliah Sejarah Kebudayaan Islam dan Budaya Lokal. Dalam pembuatan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibuk Khoiro Ummatin, S.Ag., M.Si. selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Sejarah Kebudayaan Islam dan Budaya Lokal dimana beliau telah memberikan bimbingan dan arahan serta masukan dalam penulisan makalah ini. Selain itu, kami selaku penulis tidak lupa mengucapkan kepada seluruh pihak yang telah mendukung dan bekerja sama dalam penyelesaian makalah ini, sehingga pembaca dapat membaca makalah ini.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan.Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan seluruh pembaca. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik  dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini menuju lebih baik.

Yogyakarta, 11 November 2015
Tim Penulis



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR.........................................................................     2
DAFTAR ISI.......................................................................................     3
BAB 1          PENDAHULUAN
                     A       Latar Belakang...........................................................         4
B       Rumusan Masalah......................................................         5
C       Tujuan Penulisan.......................................................          5
BAB 2          PEMBAHASAN
A        Asimilasi & Akulturasi Islam terhadap Budaya Lokal...  7
B        Sejarah Kedatangan Bangsa Arab di Indonesia................ 11
C        Proses Akulturasi & Asimilasi Budaya Islam.................  15
D        Bentuk Akulturasi & Asimilasi Sosial-Budaya Lokal dengan Budaya Arab di Indonesia..................................  18
E        Dampak Positif & Negatif dari Akulturasi & Asimilasi Budaya Lokal Arab di Indonesia....................................   21
BAB 3          PENUTUP
Kesimpulan.................................................................................     22
Kritik dan Saran........................................................................       23
DAFTAR PUSTAKA..............................................................      24


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Akulturasi dan Asimilasi budaya merupakan sebuah keniscayaan. Tak ada satu bangsa dan budaya pun yang terhindar dari proses tersebut. Kemajuan suatu bangsa bahkan tergantung kepada sejauh mana ia mampu meminjam, menyerap, dan mengambil alih berbagai unsur positif budaya lain, untuk kemudian mengintegrasikannya secara kreatif ke dalam arus dinamika budayanya sendiri
Proses akulturasi dan asimilasi budaya ini sangat mencolok di awal pertumbuhan peradaban Islam (abad ke-8 sampai ke-10). Saat itu, hubungan intelektual antara dunia Islam dan dunia sekitarnya tampak lancar, akrab, dan kukuh.Al-Qur’an mendorong umat Islam generasi awal untuk menimba, mengambil alih dan memanfaatkan khasanah intelektual budaya dan peradaban yang mendahuluinya.
Kebudayaan Islam membawa pengaruh terhadap kebudayaan lain yang disinggahinya, dari masa kemasa dari satu kawasan kekawasan lainnya,Islammemberikan corak tersendiri terhadap warna budaya lokal. Kekayaan intelektual, dan hasil arsitektur budaya tersebut melekat ketat dengan kultur Islam sehingga menghasilkan berbagai macam karyaseni yang tidak ternilai harganya. Pranata-pranata sosial dan institusi kelembagaan juga tidak lepas dari pengaruh Islam, bahkan tradisi, adat serta bahasa juga sangat terpengaruh dengan kebudayaan Islam.
Islam dengan wujud dan formasi keagamaannya tidak mungkin memisahkan diri dan menolak budaya lokal dimana Islam itu singgah, meletakkan binner antara Islam dengan budaya lokal, berarti memisahkan kehendak untuk disingkirkan oleh kelompok besar yang meyakini akan terciptanya akulturasi budaya Islam dan budaya lain. Dalam Islam nilai-nilai universal seperti keadilan, persamaan, dan kemanusiaan mendapatkan porsi yang luas. Dalam konteks Islam di Indonesia misalnya, Islam masa awal khususnya budaya Arab mampu                   bersimbiosis dengan budaya lokal yang sudah barang tentu pula mengedepankan prinsip-prinsip yang sama. Titik temu ini selanjutnya dikemas dalam format dakwah yang tidak melulu mendudukan masyarakat lokal sebagai tertuduh dan salah, akan tetapi mereka berangkat dari kekayaan dan pengetahuan yang dimilikinya.
Tulisan ini berupaya untuk memberikan gambaran mengenai bagaimana proses akulturasi yang terjadi antara Islam dan kebudayaan-kebudayaan lain khususnya budaya Arab dan budaya Indonesia dan sejauhmana kebudayaan Islam berpengaruh terhadap kebudayaan lokal tersebut.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis akan menjelaskan tulisan ini melalui beberapa rumusan masalah berikut.
1.      Apakah yang dimaksud dengan akulturasi dan asimilasi?
2.      Bagaimana akulturasi dan asimilasi Islam terhadap budaya lokal?
3.      Bagaimana proses masuknya bangsa Arab ke Indonesia?
4.      Bagaimana proses akulturasi dan asimilasi Islam terhadap budaya lokal di Indonesia?
5.      Apa saja bentuk dan cara-cara akulturasi dan asimilasi Islam terhadap budaya lokal?
6.      Apa saja dampak dari akulturasi dan asimilasi Islam terhadap budaya lokal?

C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penulis menulis tulisan ini bertujuan sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui pengertian akulturasi dan asimilasi.
2.      Untuk mengetahui akulturasi dan asimilasi Islam terhadap budaya lokal.
3.      Untuk mengetahui proses masuknya bangsa Arab ke Indonesia.
4.      Untuk mengetahui proses akulturasi dan asimilasi Islam terhadap budaya lokal di Indonesia.                                                                                       
5.      Untuk mengetahui bentuk dan cara-cara akulturasi dan asimilasi Islam terhadap budaya lokal.
6.      Untuk mengetahui dampak dari akulturasi dan asimilasi Islam terhadap budaya lokal.

      
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Asimilasi dan Akulturasi Islam terhadap Budaya Lokal
Islam adalah agama yang bersifat universal dan berlaku disetiap zaman dan tempat.Dalam penyebarannya Islam menghadapi sistem nilai yang beragam. Namun akomodasi kultural melalui proses akulturasi dan asimilasi memperlihatkan interaksi yang cukup intens antara agama yang bersifat universal dengan nilai, norma, serta praktek sosial yang bersifat lokal. Islam tidak hanya mempertimbangkan tradisi tersebut dalam proses penyebarannya, tetapi juga telah melakukan berbagai proses pembaruan dengan pembentuk tradisi baru.
Di Indonesia banyak terjadi percampuran budaya dengan budaya-budaya asing dan budaya agama yang mulai masuk perlahan-lahan ke Indonesia.Percampuran budaya di Indonesia terjadi karena adanya dua aspek yaitu Akulturasi dan Asimilasi. 
Sebelum membahas lebih lanjut bagaimana akulturasi danIslamisasi di Nusantara antara budaya Islamkhususnya budaya Arab dengan budaya Indonesia, terlebih dahulu diuraikan apa yang dimaksud dengan akulturasi, Islamisasi dan kebudayaan.
1.      Kebudayaan 
Pada umumnya, kebanyakan orang mengartikan kebudayaan dengan kesenian atau hasil karya manusia. Seperti seni tari, seni suara, seni lukis, dan seni drama. Bahkan karya manusia seperti Candi Borobudur, Masjid Agung Demak, Istana Raja dan relief candi. Demikian juga tingkah laku manusia yang dilakukan dalam lingkup yang luas juga dikatakan kebudayaan. Jadi kebudayaan dalam pengertian umum,seperti ini, lebih bersifat material.[1]
Untuk memperjelas pengertian kebudayaan tersebut mari kita lihat definisi-definisi berikut:
·         Menurut Koentjaraningrat (1981), kebudayaan merupakan keseluruhan kegiatan yang meliputi tindakan,perbuatan, tingkah laku manusia, dan hasil karyanya yang didapat dari belajar
·         Menurut Selo Soemardjan (1979), kebudayaan merupakan semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.
·         Menurut E.B. Taylor, kebudayaan merupakan sesuatu yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum adat istiadat, kesenian, dan kemampuan-kemampuan lain serta yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
·         Para ahli kebudayaan indonesia lebih banyak menganut definisi yang bersifat idealistis, sehingga melihat kebudayaan sebagai pedoman bertindak dalam memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat. Dengan demikian kebudayaan adalah seperangkat pengetahuan, kepercayaan, moral,hukum, kesenian, yang dijadikan pedoman bertindak dalam memecahkan persoalan yang di hadapi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

2.      Akulturasi
Arti kata akulturasi menurut Kamus Psikologi adalah proses mengenai adat, kepercayaan, ideologi dan tatanan dengan peralihan tingkah laku dari satu kebudayaan menuju budya yang lain, seperti dua kelompok sosial yang bebas bertemu dan bergabung.[2]Dalam Kamus Bahasa, akulturasi berarti, [1] Proses pencampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi,[3][2] Proses menuju pengaruh kebudayaan [3] Proses menuju pengaruh kebudayaan asing terhadap suatu masyarakat, sebagai penyerap secara selektif, sedikit, atau banyak unsur kebudayaan asing itu, dan sebagian berusaha menolak pengaruh itu, [4] Proses atau hasil pertemuan kebudayaan/bahasa di antara anggota-anggota dua masyarakat bahasa, ditandai oleh bilingualisasi.[4] Akulturasi menurut kamus Antropologi (Aryono,1985) adalah pengambilan atau penerimaan satu atau beberapa unsur kebudayaan yang berasal dari pertemuan dua atau beberapa kebudayaan yang saling berhubungan atau saling bertemu.[5] Istilah akulturasi, atau acculturation atau culture contact, istilah sebutan para antropolog Inggris, memiliki berbagai arti di antara para antropolog. Tetapi semua pendapat, konsep itu mengenai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing lambat laun diterima dan diolah dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabakan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.[6]
Dalam konsep akulturasi ini, Islam di posisikan sebagai kebudayaan asing dam masyarakat lokal sebagai penerima kebudayaan asing tersebut. Misalnya masyarakat jawa yang memiliki tradisi “slametan” yang cukup kuat, ketika Islam datang maka tradisi tersebut masih tetap jalan dengan mengambil unsur-unsur Islam terutama dalam doa-doa yang dibaca. Wadah slametannya masih ada tetapi isinya mengambil ajaran Islam.
Dalam mengkaji proses akulturasi ini, perlu diperhatikan beberapa hal yang terkait dengan proses tersebut. Menurut Koentjaraningrat (1981) ada lima hal[7] :
·         Keadaan masyarakat penerima, sebelum proses akulturasi mulai berjalan.
·         Individu-individu yang membawa unsur kebudayaan asing itu.
·         Saluran-saluran yang dipakai oleh unsur kebudayaan asing untuk masuk ke  dalam kebudayaan penerima
·         Bagian-bagian masyarakat penerima terkena pengaruh unsur kebudayaan asing tadi.
·         Reaksi dari individu yang terkena kebudayaan asing.

3.      Asimilasi
Asimilasi (assimilation) merupakan proses sosial yang timbul bila ada golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga budaya-budaya golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.[8]
Asimilasi merupakan perpaduan dua atau lebih dari kebudayaan,kemudian menjadi suatu kebudayaan baru tanpa adanya unsur-unsur paksaan (Aryono, 1985). Asimilasi merupakan proses sosial yang timbul  bila ada kelompok-kelompok masyarakat yang berlatarbelakang kebudayaan berbeda. Saling bergaul secara intensif dalam waktu yang lama. Sehingga, masing-masing kebudayaan tadi berubah bentuknya dan membentuk kebudayaan baru. Dari berbagai proses asimilasi yang diteliti oleh para ahli, terbukti bahwa dengan pergaulan yang intensif dalam waktu yang lama belum tentu bisa terjadi proses asimilasi. Asimilasi terjadi bila masing-masing kelompok memiliki sikap toleransi dan simpati kepada yang lainnya.
Biasanya, masyarakat yang tersangkut dalam proses asimilasi, terdiri dari golongan mayoritas dan minoritas. Dalam hal ini, golongan minoritaslah yang mengubah kebudayaan, untuk menyesuaikan dengan kebudayaan mayoritas, sehingga lambat laun masuk kedalam kebudayaan mayoritas.
Adapun yang menghambat proses asimilasi ini adalah:
·         Kurang pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi.
·         Sifat takut kepada kekuatan kebudayaan lain.
·         Perasaan superioritas dari individu-individu terhadap kebudayaan lain.

B.     Sejarah Kedatangan Bangsa Arab di Indonesia
Masyarakat Arab yang datang ke wilayah Nusantara sebagian besar berasal dari Hadramaut.[9]Adapun yang berasal dari daerah lain namun tidak banyak jumlahnya seperti yang datang dari Hadramaut. Hadramaut merupakan sebuah daerah yang berada pada garis pantai wilayah Arab Selatan.Orang Hadramaut datang ke wilayah nusantara dan yang nanti menjadi Indonesia baru pada abad ke-18, mereka baru membentuk sebuah koloni besar di nusantara pada abad setelahnya. Perkampungan Arab banyak tersebar di berbagai kota di Indonesia, misalnya di Jakarta (Pekojan), Bogor (Empang), Surakarta (Pasar Kliwon),Surabaya (Ampel), Gresik (Gapura), Malang (Jagalan), Cirebon (Kauman), Mojokerto (Kauman), Yogyakarta (Kauman), Probolinggo (Diponegoro), Bondowoso, dan Banjarmasin (Kampung Arab), serta masih banyak lagi yang tersebar di kota-kota lainnya seperti Palembang, Banda Aceh, Sigli, Medan, Lampung, Makasar, Gorontalo, Ambon, Mataram, Ampenan, Sumbawa, Dompu, Bima, Kupang, dan Papua.
Pada tahun 1870 Terusan Suez mulai dibuka, sehingga kapal dari Eropa ke Timur termasuk Hindia Belanda bisa langsung melalui Suez. Kemudian pelabuhan Tanjung Priok, Batavia mulai dibangun tahun 1877 secara modern, selanjutnya Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM), yaitu perusahaan pelayaran Belandamemungkinkan orang Arab Hadramaut atau Arab Mesir datang ke Hindia-Belanda. Kedatangan mereka secara berangsur-angsur mulai tahun 1870 hingga setelah tahun 1888.Terjadi migrasi orang Arab dan Mesir ke Hindia-Belanda secara besar-besaran. Mereka naik kapal api dari Suez dan mereka tidak membawa keluarga sesuai tradisi Arab, bahwa wanita tidak boleh bepergian apalagi sejauh ke Hindia-Belanda.
Saat ini diperkirakan jumlah keturunan Arab Hadramaut di Indonesia lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah mereka yang ada di tempat leluhurnya sendiri. Penduduk Hadramaut sendiri hanya sekitar 1,8 juta jiwa. Bahkan sejumlah marga yang di Hadramaut sendiri sudah punah,seperti Basyeiban dan Haneman. Namun di Indonesia Marga tersebut jumlahnya masih cukup banyak. Keturunan Arab Hadramaut di Indonesia, seperti negara asalnya Yaman, terdiri dua kelompok besar yaitu kelompok Alawi, dan kelompok Qabili. Di Indonesia, kadang-kadang ada yang membedakan antara kelompok Alawiyyin yang umumnya pengikut organisasi Jamiat al-Kheir, dengan kelompok Syekh atau Masyaikh yang biasa pula disebut Irsyadi atau pengikut organisasi al-Irsyad.
Orang Arab yang menetap di Indonesia bukan merupakan golongan kelas atas dan kaya di Hadramaut.Golongan kaya tentunya merasa nyaman di daerahnya dan memilih untuk menetap karena sudah mapan.Sama seperti bangsa Eropa, mereka datang ke wilayah baru untuk mencari kehidupan baru yang layak.Orang Arab yang datang ke Indonesia banyak mengambil sektor ekonomi. Mereka menganut sunnah Rasul yang berasal dari pedagang untuk mencari kemakmuran. Di Batavia, koloni Arab memiliki usaha dagang yang kurang maju dibandingkan dengan Etnis Tionghoa.
Khusus bagi koloni Arab yang telah datang ke Batavia, merupakan koloni yang terbesar di Hindia-Belanda.Pada abad ke-19, koloni Arab di Indonesia sudah sangat ramai dan penuh, sehingga pemerintah kolonial segera membuat kebijakan pada koloni tersebut untuk segera memilih pemimpin koloni. Sebelumnya, wilayah koloni etnis Arab di Indonesia adalah wilayah orang-orang Melayu, namun lama kelamaan karena orang Arab berkembang dan datang secara terus menerus membuat wilayah ini secara keseluruhan ditinggali oleh etnis Arab.
Kebanyakan etnis Arab yang telah berinteraksi langsung dengan golongan pribumi lahir di wilayah Indonesia. Keadaan tersebut membuat pergaulan antara golongan Pribumi dan golongan Arab terjadi secara terus menerus. Pada era  selanjutnya, secara otomatis akan menjadikan mereka terintegrasi atau tergabung dalam masyarakat dan kebudayaan di Indonesia. Proses asimilasi yang terjadi secara intensif akibat dari sikap toleransi atara kedua kebudayaan tersebut.
Ada dua perspektif yang penting dikemukakan dalam melihat budaya lokal masyarakat bangsa Arab sejak sebelum dan sesudah masa penyebaran Islam. Pertama, agama Islam merupakan agama terakhir dalam proses kenabian. Statement ini menunjukkan tidak akan ada nabi lagi setelah kerasulan Muhammad, sehingga Islam menjadi agama paripurna. Tidak saja dari aspek sistem kepercayaan dan universalitas normatifnya, tapi juga dari aspek kejelian dan ketelitian Islam dalam menata kehidupan termasuk dalam merespon soal budaya lokal masyarakat. Kedua, kondisi peradaban Arab sebelum Islam dari aspek teologis dan sistem sosial kemasyarakatan sudah berada di titik nadir “jahiliyah” yang perlu direkontruksi karena budaya masyarakat sudah melenceng jauh dari prinsip ketauhidan dan ajaran Islam
Kondisi sosio-kultural masyarakat Arab sebelum datangnya Islam, memiliki kecenderungan mempunyai sifat-sifat negatif. Nourouzzaman Shiddiqie dalam Pengantar Sejarah Muslim mengklasifikasi sifat-sifat negatif dan ada sifat-sifat positif bangsa Arab sebelum Islam sebagai berikut.
·         Sudah bersatu, manusia membutuhkan sumber untuk menunjang kelangsungan hidup. Pertalian hubungan manusia atas dasar tali hubungan darah (‘ashabiyah) menyebabkan suku bangsa Arab cenderung membentuk kelompok-kelompok kecil.
·         Gemar berperang. Untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan hidup, mereka menempuh jalan perang.
·         Kejam. Disamping senang berperang, watak orang Arab cenderung juga gemar membunuh bayi perempuan.
·         Pembalas dendam, karena tali pengikat antar anggota adalah darah (‘ashabiyah), darah memiliki kedudukan yang tinggi dan mulia, sehingga menjadi kewajiban bagi setiap anggota keluarga untuk membalas dendam jika ada setetes darah yang ditumpahkan oleh anggota keluarga.
·         Angkuh dan sombong yang disebabkan merasa menjadi kelompok yang paling diantara lainnya. Pembalasan dendam menunjukkan wujud keangkuhan dan kesombongan orang Arab sebelum Islam.
·         Pemabuk dan penjudi. Ini merupakan pelampiaan kesombongan dan ingin menunjukkan status sosial kelompok.
Ternyata masyarakat Arab juga memiliki sifat-sifat positif juga diantaranya sebagai berikut.
·         Masyarakat Arab memiliki sifat dermawan. Sifat ini merupakan potensi meski tumbuhnya mereka ingin dipuji.
·         Keberanian dan kepahlawanan yang menunjukkan bahwa mereka harus ingat kehidupan mereka di alam keras padang pasir yang tandus.
·         Sikap keberanian di lingkungan masyarakat Arab sebelum Islam juga dibarengi dengan sikap sabar.
·         Kesetiaan dan kejujuran. Sikap ini benar-benar diterapkan dan ditanamkan melalui sistem kesukuan, sehingga menjadi watak kolektif orang Arab itu sendiri.
·         Ketulusan dan berkata benar adalah salah satu sifat dari orang-orang Arab Jahiliyah.
Islam adalah agama dakwah, yang keberadaannya harus disebarkan dan disampaikan kepada orang-orang yang belum memeluk agama Islam. Para pemeluknya juga diperintah untuk melaksanakan penyebaran Islam. Ketika proses Islamisasi berlangsumg, maka dapar dipastikan Islam bertemu dengan agama, kepercayaan, budaya dan tradisi masyarakat. Kedatangan Islam tidak semena-mena melakukan penghapusan dam pelarangan terhadap agama, kepercayaan, kebudayaan, dan tradisi masyarakat.[10]
Dakwah Islam adalah salah-satu bentuk aplikasi bagi setiap muslim perlu komunikasi dan berinteraksi (amar ma’ruf). Telah dibahas sebelumnya bahwa interaksi dan komunikasi merupakan bentuk dasar dari akulturasi dan asimilasi dalam Islamkita tahu bahwa Islam pada awalnya diturunkan dalam konteks lokal, Makkah atau Arab yang kemudian berinteraksi dengan budaya lokal saat itu, hingga jadi tradisi baru, tradisi Islam. Agama ini selanjutnya disebarluaskan, hingga sampai juga di Indonesia. Di Indonesia, seperti juga di wilayah-wilayah lain sebelum kenal dengan Islam telah mempunyai budaya dan/atau agama masing-masing. Ketika mereka mengenal Islam, agama dan budaya yang lama telah mengakar dan tentu tidak hilang begitu saja. Disinilah asimilasi dan akulturasi dalam Islam melalui proses dakwah merupakan hal yang lazim.[11]

C.    Proses Akulturasi dan Asimilasi Budaya Islam
Asimilasi terjadi jika ada kedua masyarakat yang mempunyai latar belakang yang berbeda, saling berinteraksi dan bergaul secara intensif untuk waktu yang cukup lama sehingga kedua kebudayaan yang tadi saling berinteraksi menjadi berubah sifatnya dan menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.[12]Golongan yang tercampur dalam asimilasi ini biasanya adalah suatu golongan mayoritas dan beberapa golongan minoritas.Pada kasus ini, golongan minoritas adalah Etnis Arab yang bermukim di Indonesia dan golongan mayoritas merupakan masyarakat Indonesia atau pribumi.
Asimilasi tersebut didukung oleh beberapa faktor. Asimilasi sebagai proses sosialisasi antara etnis Arab dengan pribumi akan berjalan baik jika antara dua komunitas tersebut memiliki faktor-faktor yang mendukung asimilasi. Faktor tersebut adalah adanya sikap toleransi budaya, perkawinan campuran, dan adanya kesamaan agama.[13]
Faktor tersebut merupakan pendukung terjadinya etnis Arab campuran yang mendiami beberapa wilayah di Indonesia. Faktor pertama adalah adanya toleransi budaya atau sikap saling menghargai adat-istiadat seperti berbahasa, cara membuat makanan, dan cara berpakaian menjadi faktor yang memudahkan terjadinya proses asimilasi antara masyarakat keturunan Arab dengan masyarakat Indonesia.
Faktor yang kedua adalah perkawinan campuran, yaitu perkawinan yang terjadi antara masyarakat keturunan Arab campuran dengan masyarakat Indonesia. Sikap saling menghargai atau menerima etnis yang berbeda dalam sebuah perkawinan tentu akan sangat memudahkan terjadinya asimilasi. Karena telah berinteraksi lama, masyarakat Arab dan masyarakat Indonesia seperti melebur menjadi sebuah kebudayaan baru.
Faktor ketiga adalah kesamaan agama.Dalam kehidupan sehari-hari faktor agama menjadi suatu hal yang sangat penting menjadi pendorong terwujudnya asimilasi sosial yang baik.Adanya nilai, ajaran etika sosial, dan perilaku keagamaan yang dimiliki oleh individu bertujuan untuk terciptanya hubungan yang harmonis antara keturunan Arab dengan masyarakat Indonesia.Adanya agama yang seragam menghilangkan perbedaan antara mereka bagi segi etnis maupun budaya yang memiliki latar belakang yang berbeda.Sesungguhnya, Islam mengajarkan bahwa seluruh manusia yang memeluk agama Islam adalah bersaudara berdasarkan agama sehingga mereka merasa memiliki ikatan tidak langsung dari agama tersebut.
Ali Sodiqin dalam Islam dalam Budaya Lokal menyebut model akulturasi Islam dengan budaya lokal dikenal dengan tiga metode yang sekaligus menjadi sebuah pengakuan da penerimaan Islam terhadap teradisi yang direkonstruksi dengan prinsip tauhid.
·         Metode tahmil
Peran yang dimainkan Islam dengan metode ini adalah menerima dan menyempurnakan budaya lokal dengan cara elegan dan Islam. Model perdaganagan dan penghormatan bulan-bulan haram, haji dan umrah. Merupakan kebiasaan yang sudah berjalan debelum Islam datang. Berkaitan dengan teknis pelaksanaan dan substansinya, dalam pandangan Islam memang harus disempurnakan. Sumbangan prinsip-perinsip Islam terhadap budaya lokal yang demikian menjadi reaksi masyarakat pengampu budaya lokal menjadi lebih lunak dan lebih menerima ajaran Islam.

·         Model Taghyir
Islam dengan model ini menerima keberadaan tradisi, tetapi, Islam merubah dan merekonstruksi tata cara pemberlakuannya. Tradisi masyarakat masih tetap ada tapi pelaksanannya dirubah sehingga tidak bertentangan dengan prinsip tauhid. Sejak dulu masyarakat sudah memiliki tradisi berpakaian menutup aurat perempuan, perkawinan, warisan, adopsi dan qishash-diyat. Semua tradisi masyarakat tersebut dirubah sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran agama Islam.
·         Metode Tahrim
Metode ini secara tegas Islam melarang atau menghentikan pelaksanaannya, karena bertentangan  dengan prinsip tauhid. Tradisi judi, minuman keras, riba, dan perbudakansudah lama berlaku di masyarakat, dengan datangnya Islam semua harus dihentikan, ditolak dan tidak ditolerir lagi. Dialetika Islam melalui Al-Qur’an  dengan budaya bangsa arab bukan sekedar menghadapi tradisi yang ada dan menyesuaikan dengan ajaran Al-Qur’an, tetapi juga membentuk model baru sebagai hasil interaksi dengan budaya masyarakat, sehingga ada respon yang berbeda-beda. Tidak semua tradisi di tolak atau di terima oleh Islam, tapi ada terdisi yang diolah kembali sehingga menjadi tradisi yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.
Umat Islam melakukan interaksi dengan budaya lain, sudah berlangsung sejak awal Islam diajarkan. Dalam proses interaksi dan akulturasi, penghormatan terhadap budaya lokal benar-benar diwujudkan. Islam tidak sengaja menonjolkan dari aspek tahrim ketika berhadapan dengan budaya masyarakat. Di luar tahrim, dengan model tahmil dan tagyir ketika Islam juga dilakukan Islam terhadap budaya lokal, sehingga hasil interaksi model ini tidak sulit ditemukan oleh umat Islam.
Dengan menerapkan model akulturasi Islam dalam bentuk tahmil, tagyir, dan tahrim ketika bersinggungan dengan budaya dan tradisi masyarakat, ini menunjukkan bahwa Islam tidak memengalami keterputusan dengan masa lalu. Tradisi-tradisi yang sudah berlaku di masyarakat hendaknya dilihat secara cermat dan hati-hati. Selama dalam tradisi tidak ada ang bertentangan dengan ajaran Islam, dan pelaksanaannya tidak menimbulkan bahaya baik secara fisik maupun keyakinan, maka tidak salah kalau dilakukan proses akulturasi, sampai menemukan titik temu dan  bisa berjalan tanpa adanya pelanggaran secara tauhid, sosial dan kebudayaan[14]

D.    Bentuk Akulturasi dan Asimilasi Sosial-Budaya Lokal dengan Budaya Arab di Indonesia
Di Indonesia, konsep asimilasi pada umumnya dihubungkan dengan masalah perkawinan antargolongan etnis. Proses asimilasi keturunan Arab di Indonesia merupakan proses sosialisasi mereka untuk mengidentifikasi jatidiri mereka sebagai sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Keturunan Arab di Condet Jakarta sebagai contoh, kita akan melihat sistem sosial-budaya mereka sebagai suatu bentuk dari asimilasi. Ciri yang terlihat adalah jika seseorang bertamu, maka kita harus menghabiskan makanan dan masuk jika diizinkan oleh sang tuan rumah, hal ini merupakam budaya Arab yang diadopsi melalui etnis Arab di Indonesia. Hal tersebut merupakan bagian kecil dari bentuk asimilasi yang terjadi, selanjutnya dijabarkan beberapa contoh dari asimilasi secara lengkap.
1.      Ciri Fisik dan Bahasa
Ciri lain dari Asimilasi tersebut adalah ciri biologis yang khas misalnya bentuk wajah, hidung, warna kulit yang membedakan dengan etnis lain. Bahasa yang mereka gunakan juga memiliki sebuah kosakata yang khas sebagai sarana komunikasi. Cara mereka berkomunikasi mereka menggunakan bahasa Indonesia dengan aksen campuran. Sebagian besar masyarakat Arab yang telah bercampur dengang masyarakat Indonesia tidak menguasai bahasa Arab secara utuh, mereka hanya dapat mengemukakan beberapa kosakata yang umum digunakan oleh para orangtuanya. Hal ini disebabkan karena dari orangtua mereka juga tidak dapat berbicara bahasa Arab dan proses ini telah berlangsung sejak lama.
Salah satu ciri khas dari orang Arab adalah dari segi bahasa, namun karena sudah terjadi asimilasi dengan masyarakat Indonesia, orang Arab ini perlahan-lahan meninggalkan bahasa Arab dan memilih bahasa Indonesia dalam berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa mereka, seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya merupakan bahasa campuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa Arab, dengan komposisi bahasa Indonesia yang mayoritas.
Pengaruh bahasa nampaknya sangat terlihat dan membedakan Etnis Arab di Indonesia dengan orang Arab asli. Percampuran banyak terjadi dan membentuk sebuah kosakata baru yang unik.Berdasarkan sumber yang ditemukan, kosakata-kosakata tersebut sering dijumpai dalam percakapan sehari-hari dan umum. Bentuk asimilasi tersebut adalah campuran dari bahasa Indonesia dan Arab.

2.      Perkawinan
Bentuk asimilasi melalui budaya dapat terlihat dari prosesi perkawinan. Jika keturunan Arab itu perempuan, pria yang harus menikahinya adalah laki-laki keturunan Arab namun jika keturunan Arab tersebut adalah laki-laki, wanita yang harus dinikahinya boleh dari masyarakat pribumi atau etnis Arab keturunan. Tambahan asimiliasi terdapat pada adanya malam pacar, yaitu malam sebelum akad nikah calon pengantin perempuan melakukan tradisi yang biasa dilakukan.Tradisi tersebut adalah memasang pacar di kuku calon pengantin perempuan yang dilakukan oleh kerabat ataupun teman dekat.
Kemudian terdapat sebuah tarian yaitu Tarian Syamar yang merupakan tarian orang Arab yang dilakukan oleh kaum laki-laki saat resepsi pernikahan, mereka biasanya menari diikuti irama gendang yang ditabuh oleh masyarakat Arab maupun Betawi di Indonesia. Musik marawis juga tidak luput dari acara resepsi tersebut sebagai peramai dan pelengkap acara. Cara berpakaian pengantin juga mengadopsi gaya Arab dengan memakai jubah panjang. Makanan yang disajikan juga beragam, ada yang merupakan makanan khas Arab adapula yang menyajikan makanan khas Indonesia.

3.      Agama
Salah satu kegiatan yang masih membudaya antara keturunan arab dan masyarakat Indonesia adalah kegiatan keagamaan yang masing-masing saling mengamalkan ilmu agamanya sebagai bentuk kerjasama dalam mensyiarkan ajaran Islam di lingkungan masyarakat setempat. Berbeda dengan para leluhurnya, tujuan etnis Arab sudah mengalami banyak perkembangan.Sebelumnya mereka hanya mencari kemakmuran dan pindah dari daerah asalanya, namun sekarang tujuan mensyiarkan agama muncul karena mereka dipercaya dekat secara darah dengan Arab yang idientik dengan daerah suci.
Faktor agama nampaknya menjadi faktor yang paling kuat mempengaruhi asimilasi. Dengan adanya kesatuan dan kegiatan keagamaan yang sama dapat mewujudkan suatu persatuan dan kesatuan antara etnis Arab dan masyarakat Indonesia. Akhirnya, etnis Arab yang sudah diindonesiakan muncul, mereka membentuk sebuah keunikan dan komunitas yang berbeda dengan orang Arab asli dan orang Indonesia asli.
Asimilasi terjadi dalam bentuk yang sangat nyata.Dalam kasus ini etnis Arab di Indonesia menjadi seutuhnya masyarakat Indonesia yang khas dan memiliki corak baru.Asimilasi sosial-budaya ini merupakan sebuah campuran yang membentuk kebudayaan baru. Kebudayaan tersebut adalah akibat agama yang sama dan bercampur dari tata cara pelaksanaannya.


E.     Dampak Positif dan Negatif dari Akulturasi dan Asimilasi Budaya Lokal Arab di Indonesia
Masuknya budaya asing khususnya budaya Arab di Indonesia juga berdampak pada masyarakat.Berikut dampaknya bagi masyarakat Indonesia yang dibedakan menjadi dampak positif dan dampak negatif terhadap budaya itu sendiri.[15]
1.      Dampak Positif
·         Dapat mempelajari kebiasaan, pola pikir dan perilaku bangsa yang maju sehingga mampu mendorong  dan menciptakan motivasi kita untuk lebih baik lagi.
·         Adanya kemudahan untuk  memperkenalkan budaya dan juga negeri kita kepada dunia.
·         Dapat menciptakan kebudayan baru yang unik di Indonesia dengan adanya akulturasi budaya.
2.      Dampak Negatif
·         Dapat merubah atau menghilangkan kebudayaan asli Indonesia itu sendiri.
·         Serta dapat terjadi proses perubahan social didaerah yang dapat mengakibatkan permusuhan antar suku sehingga rasa persatuan dan kesatuan bangsa menjadi goyah.
·         Masuknya budaya asing yang lebih mudah diserap dan diterima, terutama perilaku-perilaku yang buruk.
·         Hilangnya generasi penerus kebudayaan asli karena terjadinya globalisasi dan mungkin lebih populer.
·         Mudah terpengaruh oleh budaya-budaya dari luar, sehingga kehilangan identitas sebagai bangsa Indonesia..
·         Menumbuhkan sifat dan sikap individualisme, tidak adanya rasa kepedulian terhadap orang lain. Contohnya, berkurangnya hasrat untuk kerja bakti dan bergotong-royong.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Masyarakat Arab di Indonesia adalah salah satu contoh identitas bangsa Indonesia.Interaksi antara etnis Arab dan masyarakat pribumi terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama.Hal ini membuat kebudayaan mereka secara langsung maupun tidak telah bercampur.Bagi masyarakat pribumi yang tempat tinggalnya berdekatan dengan kampung etnis Arab, mereka secara langsung mempunyai interaksi yang cukup besar dan memicu asimilasi pada era selanjutnya.
Etnis Arab yang datang ke Indonesia berasal dari Hadramaut yaitu sebuah daerah di Yaman. Mereka datang ke wilayah Nusantara tidak membawa anak serta istri.Hal ini menyebabkan perkawinan antara orang Arab dan masyarakat pribumi khususnya betawi terjadi.Dari perkawinan tersebut, keturunan etnis Arab campuran lahir.Mereka mulai meninggalkan budaya dan identitas Arabnya secara berangsur-angsur.keturunan campuran ini memiliki budaya yang juga bercampur antara budaya Arab dan pribumi.
Proses yang terjadi tidak hanya berdasarkan perkawinan saja, sifat masyarakat pribumi dan Arab yang terbuka membuat mereka dapat bertukar kebudayaan dan membentuk kebudayaan baru. Kesamaan agama juga menjadi faktor utama dalam terjalinnya asimilasi sosial-budaya etnis Arab di Jakarta.Mereka seperti bersatu dalam sebuah payung agama. Proses ini memicu dan nantinya membuat sebuah ciri asimilasi sosial-budaya Etnis Arab di Jakarta.
Di Condet Jakarta, banyak keturunan Arab yang telah bercampur dengan masyarakat pribumi terutama Betawi. Ciri mereka sangat terlihat dari fisiknya, yaitu bentuk wajah, kulit, rambut, dan hidung. Mereka juga memiliki aksen yang khas dari cara berbicaranya. Bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa Indonesia, namun dengan aksen Arab dan beberapa kosakata Arab yang umum didengar. Pada dasarnya mereka tidak dapat menggunakan bahsa Arab secara utuh karena proses asimilasi tersebut telah berlangsung dari beberapa generasi. Bentuk asimilasi tersebut juga banyak terlihat dari cara perkawinan yang bercampur dari cara perkawinan Arab dan perkawinan Betawi. Keadaan fisik dan ciri tersebut membuat mereka biasa disebut dengan Arab Betawi atau Arab Condet.
Kita sebagai putra-putri bangsa Indonesia termasuk didalamnya mahasiswa memegang penuh peranan sebagai pelestari kebudayaan bangsa Indonesia, karena Indonesia memiliki banyak keanekaragaman budaya yang sekarang hampir dilupakan akibat adanya globalisasi. Kita boleh mengikuti perubahan zaman yang semakin maju, tapi ingatlah identitas kita sebagai bangsa Indonesia.Dari budaya-budaya luar dapat diambil sisi baiknya, tetapi terdapat juga sisi buruknya.Jadi jangan sampai terpengaruh dengan kebiasaan atau kebudayaan luar yang buruk dan bertentangan dengan budaya asli Indonesia itu sendiri.

B.     Kritik dan Saran
Agama Islam yang mengajarkan sikap toleransi terhadap sesama agama menjadikan Islam yang berkembang di indonesia mempunyai beragam budaya. Kelestarian budaya yang terdapat di Indonesia yang mengandung ajaran Islam sampai sekarang, tradis tersebut tetap lestari agar Islam pada saat itu mudah di terima oleh masyarakat. Karena sekarang ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat cepat dan memudahkan dalam memahami pengetahuan agama Islam. Sehingga mendorong kita untuk kembali pada Al-Quran da Al-Hadist. Karena Islam tidak mengajarkan ajaran agama Hindu dan agama Budha di dalam Al-Quran dan Al-Hadist sebaiknya kita tinggalkan.

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Badri Yatim, M.A. 2003.Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Dr. Abdul Karim, Double M.A,. 2003.Islam Nusantara, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Pokja Akademik. 2005. Islam dan Budaya Lokal. Pokja Akademik UIN Sunan Kaljaga Yogyakarta.
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta
Selo Soemardjan. 1988. Steriotip Etnik, Asimilasi, Integrasi Sosial. Jakarta: Pustaka Grafika Kita.
Van Den Berg, L.W.G. 2010.Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara. Jakarta: Komunitas Bambu.
Khoiro Ummatin, Sejarah Islam Dan Budaya Lokal Kearifan Islam Atas Tradisi Masyarakat, 2005. Kalimedia.
Khadziq, Islam dan Budaya Lokal Belajar Memahami Realitas Agama dalam Masyarakat, 2009. Yogyakarta: Teras.


[1]Islam dan Budaya Lokal,  Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta : 2005, hlm.7-8                                                                                                
[2]A. Budiardjo, Kamus Psikologi , Semarang : Dahara Press, hlm. 11.
[3]Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta : Modern English Press, 1990, hlm.36                                                                                                                          
[4]Tim Penyusun Kamus, Kamus, hlm. 18.
[5]Pokja Akademik, Islam dan Budaya Lokal, Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga : Yogyakarta, 2005, hlm.16
[6]Karim, Dr. M. Abdul, Double M.A, Islam Nusantara, (Yogyakarta : Pustaka Book Publisher), 2007, hlm. 128
[7]Islam dan Budaya Lokal, Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga : Yogyakarta, 2005,  hlm.16           
[8]Pokja Akademik, Islam dan Budaya Lokal, Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga : Yogyakarta, 2005,, hlm. 269-270                                                                                                                              
[9] L. W. G. Van Den Berg, Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara, 2010. Jakarta: Komunitas Bambu, hlm. 122.                                                                                                                                     
[10] Khoiro Ummatin, Sejarah Islam Dan Budaya Lokal Kearifan Islam Atas Tradisi Masyarakat, 2005. Yogyakarta: Kalimedia hlm. 187-190.
[11]  Khadziq, Islam dan Budaya Lokal Belajar Memahami Realitas Agama dalam Masyarakat, 2009. Yogyakarta: Teras, hlm. 99.
[12] Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, 1990. Jakarta: PT Rineka Cipta, hlm. 225.
[13]Selo Soemardjan, Steriotip Etnik, Asimilasi, Integrasi Sosial, 2008. Jakarta: Pustaka Grafika Kita, hlm. 197
[14]  Khoiro Ummatin, Sejarah Islam Dan Budaya Lokal Kearifan Islam Atas Tradisi Masyarakat, 2005. Yogyakarta: Kalimedia hlm. 197-198.
[15]http://masjuna.blogspot.com/2013/10/percampuran-budaya-di-masyarakat.html diakses pada tanggal 16 November 2015 pada pukul 11.13 WIB
Previous
Next Post »

Silahkan berkomentar dengan sopan dan beradab :D
ConversionConversion EmoticonEmoticon